Jurnal KTI Vivin Nur Faida "HUBUNGAN PERAN SUAMI DENGAN WAKTU PENGGUNAAN KB PASCA SALIN PADA IBU MENYUSUI DI DESA KOLONG KECAMATAN NGASEM KABUPATEN BOJONEGORO" 2016
HUBUNGAN PERAN
SUAMI DENGAN WAKTU PENGGUNAAN KB PASCA SALIN PADA IBU MENYUSUI DI DESA KOLONG KECAMATAN NGASEM
KABUPATEN
BOJONEGORO
Vivin Nur Faida* Hj.
Andri Tri K. N., S.SiT., M.Kes** Cucuk Rahmadi P., S.Kp., M.Kes.***
Karya Tulis
Ilmiah Program Studi DIII Kebidanan, STIKES Muhammadiyah Lamongan
ABSTRAK
Program yang bertujuan menekan angka pertumbuhan penduduk yakni
program Keluarga Berencana (KB) termasuk juga KB pasca salin. Penerapan KB
pasca salin ini sangat penting karena kembalinya kesuburan pada seorang ibu
setelah melahirkan tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi sebelum datangnya
siklus haid, bahkan pada wanita menyusui. Ovulasi pertama pada wanita tidak
menyusui bisa terjadi pada 34 hari pasca persalian, bahkan dapat terjadi lebih
awal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan peran suami dengan waktu
penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
tahun 2016.
Desain penelitian ini menggunakan studi korelasi dengan pendekatan
cross sectional. Metode sampling yang digunakan adalah simple random sampling.
Jumlah populasi sebanyak 30 orang. Variabel independen peran suami variabel
dependen waktu penggunaan KB pasca salin. Tehnik pengumpulan data menggunakan
kuesioner terbuka dan tertutup. Setelah tabulasi, data yang ada dianalisis
dengan menggunakan uji koefisien kontingensi dengan tingkat kemaknaan α 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran suami kurang 13 responden (100%) dan ibu kurang
tepat waktu menggunakan KB. Ibu menyusui yang tepat waktu menggunakan KB pasca
salin 5 ibu (29,4%). Hasil uji statistik
diperoleh dimana ada hubungan peran suami dengan waktu penggunaan KB pasca
salin dengan nilai p = 0,032 yang lebih
kecil dari nilai α = 0,05 yang berarti H1 diterima.
Melihat hasil penelitian ini meningkatkan penggunaan KB pasca salin
diharapkan suami lebih berperan dalam penggunaan KB pasca salin secara tepat,
begitu pula petugas kesehatan dalam memberikan KIE KB melibatkan suami dalam
pemilihan Kontrasepsi.
Kata
kunci : Peran Suami, Penggunaan KB Pasca Salin
1. Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu
Negara berkembang dengan berbagai jenis masalah yang
dihadapi di Indonesia salah satunya adalah bidang kependudukan yaitu masih tingginya
pertumbuhan penduduk. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan
penduduk melebihi proyeksi nasiona lyaitusebesar 237,6 juta jiwa dengan Laju Pertumbuhan
Penduduk (LPP) 1,49 juta pertahun. Jika laju pertumbuhan penduduk 1,49%
pertahun maka setiap tahunnya akan terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5
juta yakni sebesar 241,1 juta jiwa. Jika laju pertumbuhan tidak di tekan maka jumlah
penduduk Indonesia tahun 2045 menjadi 450 juta jiwa (BKKBN, 2011).
Program pemerintah yang
bertujuan menekan angka pertumbuhan penduduk yakni program Keluarga Berencana (KB)
termasuk juga KB pasca salin. Penerapan KB pasca salin ini sangat penting karena
kembalinya kesuburan pada seorang ibu setelah melahirkan tidak dapat diprediksi
dan dapat terjadi sebelum datangnya siklus haid, bahkan pada wanita menyusui. Ovulasi
pertama pada wanita tidak menyusui bisa terjadi pada 34 hari pasca persalian,
bahkan dapat terjadi lebih awal.
Di Indonesia cakupan pelayanan
KB pasca salin masih belum memenuhi target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu
80%. Berdasarkan laporan hasil pelayanan kontrasepsi (BKKBN, 2013), jumlah cakupan
KB pasca persalinan sebanyak 1.134.254 peserta atau 22,4% dari jumlah sasaran akseptor
KB pasca salin yaitu 4.975.633 orang (BKKBN, 2013).
Berdasarkan laporan hasil pelayanan
kontrasepsi BKKBN 2015 bahwa jumlah peserta KB pasca salin secara keseluruhan untuk
daerah Bojonegoro masih rendah. Sedangkan di wilyah kerja Puskesmas Ngasem jumlah
KB Pasca salin sebesar 593 orang dari jumlah total ibu nifas paripurna 833
orang. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Bojonegoro, Desa Kolong Kecamatan Ngasem
merupakan Desa dengan cakupan KB Pasca Persalinan yang masih rendah dibandingkan
dengan Desa yang lain dengan peserta KB Pasca salin sebanyak 27 orang atau dari
jumlah sasaran 38 orang dan KB pasca persalinan (BKKBN
Kab, Bojonegoro).
Berdasarkan hasil wawancara kepada 10 ibu menyusui
di Desa Kolong, mengatakan bahwa pernah
diberikan konseling tentang KB pasca salin yang bisa digunakan setelah melahirkan, dan 7 orang (70%) ibu
menyusui mengatakan belum mengikuti KB pasca salin setelah 6 minggu pasca salin
karena belum mendapat persetujuan suami. Dari data di atas dapat diketahui bahwa masih banyak ibu menyusui yang belum menggunakan
KB pascasalin.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi Penggunaan KB antara lain Persepsi
akseptor KB, tingkat pendidikan, motivasi, fasilitas pelayanan kesehatan,
tingkat pengetahuan, konseling dan peran suami.
Persepsi akseptor KB merupakan
suatu proses mental yang terjadi pada manusia sebagai pengalaman sudah mendapat
ransangan melalui panca indera, mengetahui dan mengartikan rangsangan tersebut.
Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati objek yang
sama (Soekidjo Notoadmodjo. 2007). Tingkat pendidikan merupakan semakin tinggi pendidikan suatu
masyarakat, semakin tinggi pula harapan mereka dalam memperoleh informasi. Pendidikan
merupakan upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lainbaik individu,
kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharap oleh pelaku
pendidikan (Soekidjo Notoadmodjo .2003).
Status Ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga dimasyarakat berdasarkan
pendapatan perbulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang
disesuaikan dengan harga bahan pokok (Soerdjono Soekanto, 2005). Motivasi merupakan
suatu dorongan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu dalam bentuk perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Persoalan motivasi dapat
dilanjutkan dengan persoalan minat (Soekidjo Notoadmodjo, 2007). Fasilitas pelayanan
kesehatan ada atau tidaknya fasilitas kesehatan akan mempengaruhi seseorang untuk
bertindak dan berperilaku sehat, masyarakat memerlukan saran dan prsarana dan mendukung.
Sejauh ini berbagai faktor yang mempengaruhi kelangsungan suatu program masih berjalan
salah satunya adalah fasilitas. Fasilitas yang lengkap akan berpengaruh terhadap
keikutsertaan masyarakat khususnya para ibu atau dalam melaksanakan program
KB yang merupakan program nasional (Soekidjo Notoadmodjo. 2003).
Tingkat pengetahuan dapat diperoleh
secara langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman
sendiri, komunikasi dengan orang lain, media cetak dan media elektronik (Soekidjo Notoadmodjo. 2003). Konseling merupakan aspek
yang sangat penting dalam pelayanan keluarga berencana. Dengan melakukan konseling
berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi sesuai
dengan pilihannya (Saifuddin, AB, 2004). Peran keluarga menunjukkan beberapa perilaku
yang kurang lebih bersifat homogeny, didefinisikan dan diharapkan secara
normative dan seseorang dalam situasi social tertentu (Friedman, 2002). Menurut
Sukardi (2011) peran suami dalam KB dan kesehatan reproduksi merupakan bagian dari
pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi. Dalam hal ini termasuk
pemenuhan hak-hak pria untuk mendapat informasi dan akses terhadap pelayanan KB
yang amandan terjangkau, dapat diterima dan menjadi pilihan mereka, serta metode
pengaturan kelahiran lainnya yang tidak bertentangan dengan hokum, etika dan nilai
sosial. Rendahnya partisipasi pria dalam KB dapat dilihat dari berbagai aspek,
yaitu dari sisi pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan kebutuhan yang di
inginkan), lingkungan, social budaya, masyarakat, keluarga/istri, keterbatasan informasi
aksebilitas terhadap pelayanan KB pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria.
Pendapatan adalah hasil yang
diperoleh dari kerja atau usaha yang telah dilakukan. Pendapatan akan mempengaruhi
gaya hidup seseorang. Orang atau: keluarga yang mempunyai status atau pendapatan
tinggi akan mempraktikkan gaya hidup yang mewah misalnya lebih konsumtif karena
mereka mampu untuk membeli semua dibutuhkan bila dibandingkan dengan keluarga
yang kelas ekonominya kebawah (Soekidjo
Notoadmodjo. 2003).
Dampak apabila ibu nifas tidak
menggunakan kontrasepsi pasca salin yaitu dapat menimbulkan kehamilan yang
tidak di inginkan yang dapat meningkatkan angka kejadian aborsi, jarak kelahiran
yang terlalu dekat yang dapat menimbulkan komplikasi penyebab kurang berhasilnya program KB Pasca salin salah satu penyebabnya
dipengaruhi oleh rendahnya penggunaan KB Pasca salin. Dampak yang ditimbulkan apabila
ibu tidak menggunakan kontrasepsi sebelum 6 minggupost partum sedangkan ibu tidak
melakukannya maka ovulasi bias kapanpun terjadi sebelum haid, resiko terjadi kehamilan
jika ibu melakukan hubungan seksual (Myles, 2009).
Upaya untuk meningkatkan pengguna
alat kontrasepsi adalah peran dari suami
yang paling utama yaitu mendukung istri menggunakan kontrasepsi pasca salin. Disampingi
itu juga perlu meningkatkan pengetahuan kepada suami atau pasangan tentang
alat kontrasepsi, sehingga dalam pemakaian alat kontrasepsi ini pasangan suami istri
saling mendukung satu sama lainnya dan harus saling kooperatif terutama pada pasangan
yang berkonsultasi di klinik kesehatan.
Berdasarkan uraian di atas,
maka peneliti tertarik untuk melakukan pengkajian lebih dalam mengenai
“Hubungan Peran Suami Dengan Waktu
Penggunaan KB Pasca salin Pada Ibu Menyusui
di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro”.
Tujuan penelitian ini untuk Diketahuinya
hubungan peran suami dengan waktu
penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten
Bojonegoro.
2.
Metode penelitian
Desain penelitian ini
menggunakan studi korelasi dengan pendekatan cross sectional. Metode sampling
yang digunakan adalah simple random sampling. Jumlah populasi sebanyak 30
orang. Variabel independen peran suami variabel dependen waktu penggunaan KB
pasca salin. Tehnik pengumpulan data menggunakan kuesioner terbuka dan
tertutup. Setelah tabulasi, data yang ada dianalisis dengan menggunakan uji
koefisien kontingensi dengan tingkat kemaknaan α 0,05.
3. Hasil
Penelitian
Data Umum
1.
Gambaran
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Kolong
Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro yang memiliki luas wilayah ± 287.340 Ha.
Adapun untuk batas wilayahnya adalah sebagai berikut Sebelah Utara Desa
Ngadiluwih, Sebelah, Selatan Desa Trenggulunan, Sebelah Timur Desa Butoh dan
Desa Sendangharjo dan Sebelah Barat Desa Mediunan.
2.
Karakteristik Responden
1)
Karakteristik
Responden Berdasarkan Umur
Tabel 4.1 Distribusi Responden
Menurut Umur di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
No
|
Umur
|
F
|
%
|
|
1
2
3
4
|
< 20 tahun
20-30 tahun
31-35 ahun
> 35 tahun
|
5
7
10
8
|
16,7
23,3
33,3
26,7
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan tabel
4.1 dapat dijelaskan bahwa dari 30
responden kurang dari sebagian berumur 31-35tahun yaitu sebanyak 10
orang (33%).
2)
Karakteristik
Responden Berdasarkan Pendidikan
Distribusi
responden berdasarkan pendidikan disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Pendidikan Istri di Desa Kolong Kecamatan Ngasem
Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
No
|
Pendidikan Istri
|
F
|
%
|
|
1
2
3
4
5
|
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
PT
|
0
3
15
7
5
|
0
10
50
23,3
16,7
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan tabel
4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden sebagian berpendidikan SMP sebanyak 15 orang
(50%).
Tabel 4.3 Distribusipendidikan Suami Responden di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
No
|
Pendidikan Suami
|
F
|
%
|
|
1
2
3
4
5
|
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
PT
|
0
3
8
13
6
|
0
10
27
43
20
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan tabel
4.3 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 30 suami kurang dari sebagian
berpendidikan SMP sebanyak 13 orang (43%).
3)
Karakteristik
Responden Berdasarkan Pekerjaan
Distribusi
responden berdasarkan pekerjaan
disajikan dalam tabel ini :
Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
No
|
Jenis Pekerjaan Istri
|
F
|
%
|
|
1
2
3
4
5
6
|
Tidak Bekerja
Buruh
Petani
Wiraswasta
Swasta
PNS/TNI/POLRI
|
8
4
6
5
3
4
|
26,7
13,3
20
16,7
10
13,3
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan tabel
4.4 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden kurangdari sebagian tidak bekerja
yaitu sebanyak 8 orang (26,7%).
Tabel 4.5 Distribusi Pekerjaan
suami responden di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
No
|
Pekerjaan Suami
|
F
|
%
|
|
1
2
3
4
5
6
|
Tidak Bekerja
Buruh
Petani
Wiraswasta
Swasta
PNS/TNI/POLRI
|
0
7
3
9
6
5
|
0
23,3
10
30
20
16,7
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan tabel
4.5 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden kurang dari sebagian suami
responden bekerja sebagai buruhyaitu sebanyak 7 orang (23,3%).
4)
Karakteristik
Responden Berdasarkan Jumlah Anak
Distribusi
responden berdasarkan jumlah anak disajikan dalam tabel ini :
Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2010
|
No
|
Jumlah Anak
|
F
|
%
|
|
1
2
3
|
1 Orang
2 Orang
3 Orang atau
lebih
|
8
19
3
|
26,7
63,3
10,0
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan tabel
4.6 dapat dijelaskan bahwa dari responden
lebih dari sebagian responden sebagian mempunyai anak sebanyak 2 orang yaitu
sebanyak 19 orang (63,3%).
5)
Karakteristik
Responden Berdasarkan Penghasilan
Distribusi
responden berdasarkan penghasilan disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Responden Menurut Penghasilan Istri di Desa Kolong
Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
|
No
|
Penghasilan Istri
|
F
|
%
|
|
1
2
3
4
|
Di bawah 1 juta
Antara 1-2 juta
2 juta lebih
Tidak
berpenghasilan
|
11
8
4
7
|
36,7
26,7
13,3
23,3
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan tabel
4.7 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden kurang dari sebagian
berpenghasilan dibawah 1 juta yaitu sebanyak 11 orang (36,7%).
Data Khusus
Data khusus dalam
penelitian ini meliputi data sesuai objek penelitian yaitu peran suami dengan
penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui.
1)
Peran
Suami dengan Penggunaan KB Pasca Salin
Peran suami dengan
penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui dari responden dapat disajikan
sebagai berikut :
Tabel 4.8 Distribusi Peran Suami dengan Penggunaan KB Pasca Salin di Desa
Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
No
|
Peran Suami
|
F
|
%
|
|
1
2
3
|
Kurang
Cukup
Baik
|
13
17
0
|
43,3
56,7
0
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan tabel
4.7 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, lebih dari sebagian responden, peran suami kurang
yaitu sebanyak 13 responden (43,3%), peran suami cukup yaitu sebanyak 17
responden (56,7%).
Tabel 4.9 Distribusi Peran Suami dengan Kategori Motivator Di Desa Kolong
Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
|
No
|
Motivator Suami
|
F
|
%
|
|
1
2
3
|
Kurang
Cukup
Baik
|
8
17
5
|
26,5%
57%
16,5%
|
|
Jumlah
|
30
|
100%
|
|
Berdasarkan tabel
4.9 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, lebih dari sebagian responden motivator suami cukup
yaitu sebanyak 17 responden (57%), kurang yaitu sebanyak 8 responden (26,5%) dan
baik 5 responden (16,5%).
Tabel 4.10 Distribusi Peran Suami dengan Kategori Edukator Di Desa Kolong
Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
|
No
|
Edukator Suami
|
F
|
%
|
|
1
2
3
|
Kurang
Cukup
Baik
|
15
12
3
|
50%
40%
10%
|
|
Jumlah
|
30
|
100%
|
|
Berdasarkan tabel
4.10 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, sebagian responden edukator
suami kurang yaitu sebanyak 15 responden (50%), cukup yaitu sebanyak 12
responden (40%) dan baik 3 responden (10%).
Tabel 4.11 Distribusi Peran Suami dengan Kategori Fasilitator Di Desa Kolong
Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
|
No
|
Fasilitator Suami
|
F
|
%
|
|
1
2
3
|
Kurang
Cukup
Baik
|
20
8
2
|
67%
26%
7%
|
|
Jumlah
|
30
|
100%
|
|
Berdasarkan tabel
4.11 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, lebih dari sebagian responden
fasilitator suami kurang yaitu sebanyak 20 responden (67%), cukup yaitu
sebanyak 8 responden (26%) dan baik 2 responden (7%).
2)
Penggunaan
KB Pasca Salin
Penggunaan KB
pasca salin pada ibu menyusui dari 30 responden dapat disajikan sebagai
berikut:
Tabel 4.12 Distribusi Waktu Penggunaan KB Pasca Salin Di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro 2016
|
No
|
Penggunaan KB
Pasca Salin
|
F
|
%
|
|
1
2
|
Tepat Waktu
Tidak Tepat
Waktu
|
5
25
|
16,7%
83,3%
|
|
Jumlah
|
30
|
100%
|
|
Berdasarkan tabel
4.12 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden sebagian besar responden
tidaktepat waktu dalam menggunakan KB yaitu sebanyak 25responden (83,3%) dan
tepat waktu 5 responden (16,7%) .
3)
Hubungan
Peran Suami Dengan Penggunaan KB Pasca Salin Pada Ibu menyusui Di Desa Kolong
Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
Tabel 4.13 Tabulasi silang Peran Suami Dengan Penggunaan KB pasca salin di
Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
Peran
Suami Penggunaan KB Pasca Salin
|
Penggunaan KB pasca salin
|
∑Total
|
||||
|
Tidak Tepat Waktu
|
Tepat Waktu
|
∑
|
%
|
|||
|
∑
|
%
|
∑
|
%
|
|||
|
Kurang
Cukup
Baik
|
13
12
0
|
100
70,6
0
|
0
5
0
|
0
29,4
0
|
13
17
0
|
100
100
0
|
|
Total
|
25
|
83,3
|
5
|
16,7
|
30
|
100
|
|
C =0,364 p=0,032
|
||||||
Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan
bahwa dari 30 responden, suami kurang berperan yaitu sebanyak 13 orang (43,3%)
dan yang mempunyai peran cukup yaitu 12 orang (70,6%) sedangkan yang
menggunakan KB tepat waktu hanya 5 orang (16,7%) dan yang tidak tepat waktu
dalam menggunakan KB sebanyak 25 orang (83,3%).
Setelah pengumpulan data selesai dilakukan
dari masing-masing data, langkah selanjutnya yaitu analisa data menggunakan uji
coefficient contingency menggunakan
progam SPSS for windows antara peransuamidenganpenggunaan KB
pascasalindiperoleh nilai coefficient
contingency = dan nilai sig. 2 tailed (p)=0,032 dimana < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
H1 diterima terdapat hubungan peran suami dengan waktu penggunaan KB
pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016.
4. Pembahasan
4.1 Peran Suami dengan Penggunaan KB Pasca Salin Di Desa
Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
Dari tabel 4.8 dapat dijelaskan bahwa
30 ibu menyusui, lebih dari sebagian besar responden peran suami cukup yaitu
sebanyak 17 orang (56,7%) dan peran suami kurang sebanyak 13 orang (43,3%).
Ibu yang suaminya kurang berperan
dapat dilihat dari kelas sosial yang ada dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa ibu
yang bekerja di luar rumah73,3% dan rata-rata hanya bertemu dengan pasangan
malam hari, suami akan kurang berperan dalam dalam penggunaan KB karena ibu
sibuk dan suami sama-sama sibuk jadi sulit untuk membicarakan masalah KB yang
akan digunakan istri karena terbatasnya waktu untuk bertemu karena suami dan
istri sibuk bekerja dan mengurus karir masing-masing jadi sulit untuk bertemu
dan berkumpul.
Peran
adalah perangkat tingkah laku yang dimiliki oleh orang yang berkedudukan
dimasyarakat (KBBI, 2008). Peran juga menunjukkan suatu kumpulan norma untuk
perilaku seseorang dalam suatu posisi khusus, seperti seorang istri, suami,
anak, guru, hakim, dokter, perawat, rohanian, dan sebagainya (Marasmis,
2006).Suami adalah perangkat tingkah yang dimiliki seorang lelaki yang telah
menikah, baik dalam fungsinya dikeluarga maupun dimasyarakat.Menurut BKKBN
(2007) peran tanggung jawab pria dalam kesehatan reproduksi khususnya pada
keluarga berencana (KB) sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
Berdasarkan tabel 4.9 dapat dijelaskan
bahwa dari 30 ibu menyusui lebih dari
sebagian ibu menyusui motivator suami cukup yaitu sebanyak 57, kurang 26,5% dan
baik 16,5%.
Ibu menyusui yang
motivator suaminya kurang disebabkan karena masih rendahnya dukungan suami,
karena suami yang bekerja jauh entah itu sama-sama sibuk jarang bertemu atau
sama-sama kurang mengerti apa itu KB pasca salin dan bisa disebabkan juga oleh
suami yang tidak tahu KB tapi akhirnya mengikuti mitos dari orang tua bahwa
melarang istrinya untuk menggunakan KB karena jika istri menggunakan KB istri
akan tidak bisa mempunyai anak lagi. Masyarakat desa masih banyak juga yang
mengikuti tradisi turun temurun yang dipercaya jika orang tua melarang untuk
menggunakan sesuatu anak juga dilarang untuk menggunakan. Hal ini sesuai dengan
teori dari BKKBN dibawah ini.
Menurut BKKBN (2007) faktor yang
mempengaruhi peran suami motivator atau Berencana, dukungan suami sangat
diperlukan.Seperti diketahui bahwa di Indonesia, keputusan suami dalam
mengizinkan istri adalah pedoman penting bagi si istri untuk menggunakan
kontrasepsi.Bila suami tidak mengizinkan atau mendukung, hanya sedikit istri
yang berani tetap memasang alat kontrasepsi tersebut.
Berdasarkan tabel
4.10 dapat dijelaskan bahwa dari 30 ibu menyusui, sebagian edukator suami kurang yaitu sebanyak 50%,
cukup 40% dan baik 10%.
Peran suami
sebagai edukator atau pendidik didalam menggunakan KB sangat kurang karena
suami tidak pernah mengetahui apa itu KB bagaimana cara menggunakan KB dimana
bisa mendapatkan KB dan apa itu kegunaan KB. Suami kurang mempunyai pengetahuan
tentang KB juga bisa karena suami tidak pernah menemani istri datang ke petugas
kesehatan untuk mendapatkan KB bahkan tidak pernah dan tidak tahu sama sekali
bahwa istrinya menggunakan KB apa dan suami juga masih banyak yang menganggap
bahwa KB itu urusan istri saja dan suami tidak mau tahu dan tidak ingin ikut
campur dalam memilih dan menggunakan KB yang tepat yang akan digunakan istri.
Menurut BKKBN (2007) peran
suami sebagai edukator adalah mendukung mengambil keputusan, peran suami
memberikan informasi juga sangat berpengaruh bagi istri. Peran seperti ikut
pada saat konsultasi pada tenaga kesehatan saat istri akan memakai alat
kontrasepsi, mengingatkan istri jadwal minum obata atau jadwal kontrol,
mengingatkan istri hal yang tidak boleh dilakukan saat memakai alat kontrasepsi
dan sebagainya akan sangat berperan bagi istri saat akan atau telah memakai
alat kontrasepsi. Besarnya peran suami akan sangat membantunya dan suami akan
semakin menyadari bahwa masalah kesehatan reproduksi bukan hanya urusan wanita
(istri) saja.
Berdasarkan tabel
4.11 dapat dijelaskan bahwa dari 30 ibu menyusui, lebih dari sebagian ibu
menyusui fasilitator suami kurang yaitu sebanyak 26%, cukup yaitu sebanyak 26%
dan baik 7%.
Kurangnya
fasilitas yang diberikan oleh suami juga akan membuat istri enggan menggunakan
KB karena suami belum mengijinkan, dan istri masih berpikir jika suami tidak
mengijinkan istri untuk menggunakan KB, istri juga tidak akan menggunakan
karena fasilitas yang disediakan oleh suami, tapi mungkin jika suami memberikan
fasilitas atau kebebasan pada istri untuk menggunakan KB atau menemani istri
memasang KB atau kembali kontrol ulang suami selalu menemani dan setia
memberikan dukungan pada istri untuk menggunakan KB istri akan lebih bisa
memiliki kebebasan untuk menggunakan KB dan konseling ke petugas kesehatan
rutin setiap tanggal kunjungan ulang.
Menurut BKKBN (2007) peran suami
Sebagai fasilitator adalah memfasilitasi (sebagai orang yang menyediakan
fasilitas), memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksa masalah kesehatan
reproduksinya.
Faktor yang mempengaruhi peran adalah
motivator, edukator, fasilitator yang dimana peran suami kurang 43,3% dan peran
suami cukup 56,7%.
Menurut
Sukardi (2011) peran suami dalam KB dan kesehatan reproduksi merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak
reproduksi dan kesehatan reproduksi. Dalam hal ini termasuk pemenuhan hak-hak
pria untuk mendapat informasi dan akses terhadap pelayanan KB yang aman dan terjangkau, dapat
diterima dan menjadi pilihan mereka, serta metode pengaturan kelahiran lainnya
yang tidak bertentangan dengan hukum, etika dan nilai sosial.Rendahnya
partisipasi pria dalam KB dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi
pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan kebutuhan yang di inginkan),
lingkungan, sosial budaya, masyarakat, keluarga/istri, keterbatasan informasi
aksebilitas terhadap pelayanan KB pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria.
Pendapat
ini sesuai dengan responden yang ada di Desa Kolong Kecamatan. Ibu yang suami
yang berperan akan lebih cepat untuk memperoleh informasi tentang KB dan ikut
berperan dalam hak-hak reprosuksi dan kesehatan reproduksi ibu.
4.2 Waktu Penggunaan KB pasca
salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
Berdasarkan dari hasil penelitian pada
tabel 4.9 dapat dijelaskan bahwa dari 30 ibu menyusui sebagian besar tidak tepat waktu dalam menggunakan KB pasca
salin yaitu lebih dari 3 bulan pasca salin yaitu sebanyak 83,3% dan hanya 16,7%
yang tepat menggunakan KB pasca salin yaitu
4-6 minggu pasca salin.
Ibu
yang tidak tepat waktu dalam menggunakan KB disebabkan karena rendahnya
pendidikan ibu sendiri .
Dapat dilihat dari tabel 4.2 sebagian ibu (50%) berpendidikan SMP berpengaruh
terhadap tahu atau tidaknya ibu tentang KB dan dimana saja ibu bisa mendapatkan
pendidikan tentang KB terutama KB pasca salin dan kapan waktu yang tepat untuk
menggunakan KB pasca ibu melahirkan. Rendahnya pendidikan suami juga sangat
berpengaruh terhadap penggunaan KB karena semakin rendahnya pendidikan suami
semakin rendah juga pendidikan tentang KB yang diketahui, juga karena tradisi
yang diajarkan dari orang tua bahwa KB itu sebenarnya tidak diperbolehkan
karena akan menghentikan keturunan.
Pendidikan menurut Soekidjo Notoadmodjo (2008), semakin tinggi pendidikan suatu
masyarakat, semakin tinggi pula harapan mereka dalam memperoleh informasi.
Pengetahuan
juga bisa mempengaruhi seseorang dalam
menggunakan KB karena semakin baik pengetahuan ibu akan semakin tepat waktu
dalam menggunakan KB apalagi ibu yang sudah mempunyai pengalaman menggunakan KB
pasca salin sebelumnya ibu akan menggunakan KB tepat pada waktu pengelamannya
yang pertama yang pernah ibu gunakan.
Pengetahuan
Pengetahuan berasal dari hasil tahu dan ini trjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Soekidjo Notoadmodjo. 2003).
Penggunaan kontrasepsi
pascasalin merupakan inisiasi pemakaian kontasepsi dalam waktu 6 minggu pertama
pasca persalinan.Waktu mulai menggunakan kontrasepsi pascasalin tergantung dari
status menyusui. Jika ibu tidak menyusui bayinya ibu akan kembali haid dalam
4-6 minggu pascasalin. Oleh karena itu kontasepsi harus mulai pada waktu
sebelum hubungan seksual pertama pascasalin atau 4-6 minggu (Saifuddin, Abdul
Bari, 2006).
Pendapat diatas tidak sesuai dengan
hasil penelitian di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro, masih
banyak ibu menyusui yang menggunakan KB pasca salin setelah 3 bulan pasca salin
karena rendahnya pendidikan tentang KB dan masih berjalannya tradisi turun
temurun yang diajarkan oleh orang tuanya sehingga membuat ibu berpikir untuk
mengikuti tradisi sampai turun temurun.
4.3 Hubungan Peran Suami dengan Penggunaan KB
pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
Berdasarkan penelitian pada tabel 4.13
menunjukkan bahwa dari sebagian besar ibu menyusui peran suami kurang 100%
tidak tepat waktu dalam menggunakan KB, peran suami cukup 29,4% tepat waktu
dalam menggunakan KB. Dari
uji statistik dengan menggunakan coefficient
contingency
menggunakan progam SPSS for windows antara
peransuamidenganpenggunaan KB pascasalindiperoleh nilai coefficient contingency = dan nilai sig. 2 tailed (p)=0,032 dimana < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
H1 diterima terdapat hubungan peran suami dengan waktu penggunaan KB
pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
Upaya yang
dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pria adalah dengan mengadakan
pertemuan, orientasi dan advokasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap
dan kesadaran kesetaraan gender, mengembangkan
tempat pelayanan KB pria yang berkualitas, penyediaan fasilitas pelayanan dan
alat kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan, peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dari pengelola, pelaksana, kader sebagai provider melalui
orientasi dan pelatihan. Untuk Meningkatkan kesertaan KB Pria berarti merubah
pengetahuan sikap dan perilaku dari yang sebelumnya tidak atau belum mendukung
KB Pria menjadi mendukung dan mempraktekkannya sebagai peserta. Mereka yang
tadinya menganggap bahwa KB adalah urusan perempuan harus bergeser ke arah
anggapan bahwa KB adalah urusan serta tanggung jawab suami dan isteri (Henny,
2011). Peningkatan partisipasi pria dalam ber KB dan Kesehatan Reproduksi
merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan
reproduksi.Dalam hal ini termasuk pemenuhan hak-hak pria untuk mendapatkan
informasi dan akses terhadap pelayanan KB yang aman, efektif, terjangkau, dapat
diterima dan menjadi pilihannya.Serta metode pengaturan kelahiran lainnya yang
tidak bertentangan dengan hukum, etika dan nilai sosial (Henny, 2011).
Pendapat diatas tersebut sesuai dengan
keadaan yang ada di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro bahwa
untuk meningkatkan peran suami, sikap dan kesetaraan gender mengembangkan
tempat pelayanan KB, pelatihan untuk meningkatkan kesertaan KB pria dari yang
sebelumnya tidak atau belum berperan dalam penggunaan KB pria menjadi pendukung
istri yang antara 4-6 minggu pasca salin sudah menggunakan KB bahkan selalu
mengingatkan istrinya jika lupa dalam menggunakan KB.
Dari pendapat-pendapat diatas peneliti
menyimpulkan peran suami dalam waktu penggunaan KB pasca salin yang masih
rendah dikarenakan kurangnya informasi baik yang diperoleh oleh tenaga
kesehatan maupun media informasi lain. Tradisi yang turun-temurun yang
mengatakan bahwa perempuan tidak diperbolehkan KB karena larangan agama atau
boleh KB setelah 3 bulan melahirkan mendorong mereka untuk mengikuti tradisi
turun temurun tersebut. Dengan seringnya mendapat informasi dan mengurangi
mitos dari orang tua dapat meningkatkan keberhasilan cakupan KB di Desa Kolong
sehingga mencapai target yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan.
5. Penutup
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
analisa dan pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1)
Sebagian
besar suami ibu cukup berperan dalam
waktu penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten
Bojonegoro.
2)
Sebagian
besar ibu tidak tepat dalam menggunakan KB di Desa Kolong Kecamatan Ngasem
Kabupaten Bojonegoro.
3)
Ada
hubungan antara peran suami dengan waktu penggunaan KB pasca salin pada ibu
menyusui di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Responden
Diharapkan bagi ibu menyusui 6
minggu-3bulan pasca hendaknya :
1)
Lebih
menjalin hubungan baik dengan suami agar suami dapat berperan aktif didalam
kesehatan reproduksi melalui komunikasi, mengajak suami ke petugas kesehatan
masalah pemilihan kontrasepsi baik ke bidan,puskesmas, peugas BKKBN maupun
rumah sakit sehingga ibu dan suami mengerti kapan waktu yang tepat untuk
menggunakan KB pasca salin.
2)
Tidak
memilih dan memutuskan KB sendiri tanpa melibatkan suami.
5.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Bagi
tenaga kesehatan sangat penting untuk melaksanakan penyuluhan kesehatan bagi
masyarakat khususnya tentang pentingnya Peran suami dalam kesehatan reproduksi
melalui kader atau secara langsung kepada ibu menyusui sehingga ibu mengerti
waktu yang tepat untuk menggunakan KB pasca salin.
5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan / Almamater
Sebagai
dasar pengelolaan program pembelajaran mata kuliah Kesehatan reproduksi dan KB
terutama dikomunitas yang berkaitan dengan KB pasca salin.
Kiranya Penelitian ini dapat
bermakna sebagai referensi penelitian-penelitian selanjutnya.
5.2.4
Bagi Peneliti
Karena
keterbatasan pengalaman, waktu dan dana dalam melaksanakan penelitian ini,
sehingga hasilnya masih kurang sempurna. Untuk itu perlu dilakukan penelitian
lanjutan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan KB pasca salin.
DAFTAR PUSTAKA
Bahiyatun, (2009). Buku Ajar Kebidanan Asuhan Nifas Normal.
Jakarta : EGC
BKKBN.
(2014). Situasi dan Analisa Keluarga
Berencna. [Internet] Tersedia dalam:http://www.depkes.go.id/resurce/download/pustadin/infodatain/infodatin-harganas.
pdf> [Diakses 10 Januari 2015]
BKKBN.
(2013).Peningkatan Jumlah Penduduk.
Tersedia dalam: http ://m.liputan
6.com/read/521272/bkkn-tahun-ini-penduduk-indonesia-capai-250-juta-jiwa [Diakes
tanggal 21 Desember 2014]
BKKBN.
(2008). Situasi dan Analisa Keluarga
Berencna. [Internet] Tersedia dalam:http://www.depkes.go.id/resurce/download/pustadin/infodatain/infodatin-harganas.
pdf> [Diakses 10 Januari 2010]
BKKBN.
(2011). Situasi dan Analisa Keluarga
Berencna. [Internet] Tersedia dalam:http://www.depkes.go.id/resurce/download/pustadin/infodatain/infodatin-harganas.
pdf> [Diakses 10 Januari 2012]
Bobak,
(2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Jakarta : EGC
Dinas
Kesehatan Kabupaten Bojonegoro. (2015). Profil
Kesehatan Daerah Bojonegoro.
Dinas
Kesehatan Kabupaten Bojonegoro. (2014). Rekapitulasi
Data. Bojonegoro.
Friedman,
(1998). Keperawatan Keluarga Teori dan
Praktek. Jakarta : ECG
Friedman,
(2007).Keperawatan Keluarga Teori dan
Praktek. Jakarta : ECG
Henny
Ayu Komang, (2011). Asuhan Keperawatan Komunitas. Jakarta: EGC
Jalaludin
R, (2005). Psikologi Komunikasi.
Bandung : Remaja Rosdakarya
Marasmis,
(2006). Ilmu Perilaku Dalam Pelayanan
Kesehatan. Surabaya: Univeritas Airlangga
Nursalam
& Siti Pariani, (2001). Konsep dan
penerapan Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta : Infomedika.
Sarwono
Prawirohardjo, (2005). Ilmu Kebidanan.
Jakarta : EGC
Saifuddin,
Abdul Bari, (2006). Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Soekidjo
Notoatmodjo, (2003) Kesehatan Ilmu dan
Seni.Jakarta: CV Sagung Seto. Jakarta
Soekidjo
Notoatmodjo, (2005). Metodologi
penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Soerjono
Soekanto, (2005). IlmuSosial.
Jakarta: Rajawali Pers
Komentar
Posting Komentar