Jurnal KTI Vivin Nur Faida "HUBUNGAN PERAN SUAMI DENGAN WAKTU PENGGUNAAN KB PASCA SALIN PADA IBU MENYUSUI DI DESA KOLONG KECAMATAN NGASEM KABUPATEN BOJONEGORO" 2016

HUBUNGAN PERAN SUAMI DENGAN WAKTU PENGGUNAAN KB PASCA  SALIN PADA IBU MENYUSUI DI DESA KOLONG KECAMATAN NGASEM
 KABUPATEN BOJONEGORO

Vivin Nur Faida* Hj. Andri Tri K. N., S.SiT., M.Kes** Cucuk Rahmadi P., S.Kp., M.Kes.***
Karya Tulis Ilmiah Program Studi DIII Kebidanan, STIKES Muhammadiyah Lamongan


ABSTRAK


Program yang bertujuan menekan angka pertumbuhan penduduk yakni program Keluarga Berencana (KB) termasuk juga KB pasca salin. Penerapan KB pasca salin ini sangat penting karena kembalinya kesuburan pada seorang ibu setelah melahirkan tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi sebelum datangnya siklus haid, bahkan pada wanita menyusui. Ovulasi pertama pada wanita tidak menyusui bisa terjadi pada 34 hari pasca persalian, bahkan dapat terjadi lebih awal. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan peran suami dengan waktu penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016.
Desain penelitian ini menggunakan studi korelasi dengan pendekatan cross sectional. Metode sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Jumlah populasi sebanyak 30 orang. Variabel independen peran suami variabel dependen waktu penggunaan KB pasca salin. Tehnik pengumpulan data menggunakan kuesioner terbuka dan tertutup. Setelah tabulasi, data yang ada dianalisis dengan menggunakan uji koefisien kontingensi dengan tingkat kemaknaan α 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran suami  kurang 13 responden (100%) dan ibu kurang tepat waktu menggunakan KB. Ibu menyusui yang tepat waktu menggunakan KB pasca salin 5 ibu  (29,4%). Hasil uji statistik diperoleh dimana ada hubungan peran suami dengan waktu penggunaan KB pasca salin  dengan nilai p = 0,032 yang lebih kecil dari nilai α = 0,05 yang berarti H1 diterima.
Melihat hasil penelitian ini  meningkatkan penggunaan KB pasca salin diharapkan suami lebih berperan dalam penggunaan KB pasca salin secara tepat, begitu pula petugas kesehatan dalam memberikan KIE KB melibatkan suami dalam pemilihan Kontrasepsi.

Kata kunci : Peran Suami, Penggunaan KB Pasca Salin


1.      Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai jenis masalah yang dihadapi di Indonesia salah satunya adalah bidang kependudukan yaitu masih tingginya pertumbuhan penduduk. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk melebihi proyeksi nasiona lyaitusebesar 237,6 juta jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) 1,49 juta pertahun. Jika laju pertumbuhan penduduk 1,49% pertahun maka setiap tahunnya akan terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5 juta yakni sebesar 241,1 juta jiwa. Jika laju pertumbuhan tidak di tekan maka jumlah penduduk Indonesia tahun 2045 menjadi 450 juta jiwa (BKKBN, 2011).
Program pemerintah yang bertujuan menekan angka pertumbuhan penduduk yakni program Keluarga Berencana (KB) termasuk juga KB pasca salin. Penerapan KB pasca salin ini sangat penting karena kembalinya kesuburan pada seorang ibu setelah melahirkan tidak dapat diprediksi dan dapat terjadi sebelum datangnya siklus haid, bahkan pada wanita menyusui. Ovulasi pertama pada wanita tidak menyusui bisa terjadi pada 34 hari pasca persalian, bahkan dapat terjadi lebih awal.
Di Indonesia cakupan pelayanan KB pasca salin masih belum memenuhi target yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu 80%. Berdasarkan laporan hasil pelayanan kontrasepsi (BKKBN, 2013), jumlah cakupan KB pasca persalinan sebanyak 1.134.254 peserta atau 22,4% dari jumlah sasaran akseptor KB pasca salin yaitu 4.975.633 orang (BKKBN, 2013).
Berdasarkan laporan hasil pelayanan kontrasepsi BKKBN 2015 bahwa jumlah peserta KB pasca salin secara keseluruhan untuk daerah Bojonegoro masih rendah. Sedangkan di wilyah kerja Puskesmas Ngasem jumlah KB Pasca salin sebesar 593 orang dari jumlah total ibu nifas paripurna 833 orang. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Bojonegoro, Desa Kolong Kecamatan Ngasem merupakan Desa dengan cakupan KB Pasca Persalinan yang masih rendah dibandingkan dengan Desa yang lain dengan peserta KB Pasca salin sebanyak 27 orang atau dari jumlah sasaran 38 orang dan KB pasca persalinan (BKKBN Kab, Bojonegoro).
Berdasarkan hasil wawancara kepada 10 ibu menyusui di Desa Kolong, mengatakan bahwa pernah diberikan konseling tentang KB pasca salin yang bisa digunakan setelah melahirkan, dan 7 orang (70%)  ibu menyusui mengatakan belum mengikuti KB pasca salin setelah 6 minggu pasca salin karena belum mendapat persetujuan suami. Dari data di atas dapat diketahui bahwa masih banyak ibu menyusui yang belum menggunakan KB pascasalin.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Penggunaan KB antara lain Persepsi akseptor KB, tingkat pendidikan, motivasi, fasilitas pelayanan kesehatan, tingkat pengetahuan, konseling dan peran suami.
Persepsi akseptor KB merupakan suatu proses mental yang terjadi pada manusia sebagai pengalaman sudah mendapat ransangan melalui panca indera, mengetahui dan mengartikan rangsangan tersebut. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati objek yang sama (Soekidjo Notoadmodjo. 2007). Tingkat pendidikan merupakan semakin tinggi pendidikan suatu masyarakat, semakin tinggi pula harapan mereka dalam memperoleh informasi. Pendidikan merupakan upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lainbaik individu, kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharap oleh pelaku pendidikan (Soekidjo Notoadmodjo .2003). Status Ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga dimasyarakat berdasarkan pendapatan perbulan. Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga bahan pokok (Soerdjono Soekanto, 2005). Motivasi merupakan suatu dorongan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dalam bentuk perilaku untuk mencapai suatu tujuan. Persoalan motivasi dapat dilanjutkan dengan persoalan minat (Soekidjo Notoadmodjo, 2007). Fasilitas pelayanan kesehatan ada atau tidaknya fasilitas kesehatan akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak dan berperilaku sehat, masyarakat memerlukan saran dan prsarana dan mendukung. Sejauh ini berbagai faktor yang mempengaruhi kelangsungan suatu program masih berjalan salah satunya adalah fasilitas. Fasilitas yang lengkap akan berpengaruh terhadap keikutsertaan masyarakat khususnya para ibu atau dalam melaksanakan program KB  yang merupakan program nasional (Soekidjo Notoadmodjo. 2003).
Tingkat pengetahuan dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman sendiri, komunikasi dengan orang lain, media cetak dan media elektronik (Soekidjo Notoadmodjo. 2003). Konseling merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan keluarga berencana. Dengan melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi sesuai dengan pilihannya (Saifuddin, AB, 2004). Peran keluarga menunjukkan beberapa perilaku yang kurang lebih bersifat homogeny, didefinisikan dan diharapkan secara normative dan seseorang dalam situasi social tertentu (Friedman, 2002). Menurut Sukardi (2011) peran suami dalam KB dan kesehatan reproduksi merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi. Dalam hal ini termasuk pemenuhan hak-hak pria untuk mendapat informasi dan akses terhadap pelayanan KB yang amandan terjangkau, dapat diterima dan menjadi pilihan mereka, serta metode pengaturan kelahiran lainnya yang tidak bertentangan dengan hokum, etika dan nilai sosial. Rendahnya partisipasi pria dalam KB dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan kebutuhan yang di inginkan), lingkungan, social budaya, masyarakat, keluarga/istri, keterbatasan informasi aksebilitas terhadap pelayanan KB pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria.
Pendapatan adalah hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang telah dilakukan. Pendapatan akan mempengaruhi gaya hidup seseorang. Orang atau: keluarga yang mempunyai status atau pendapatan tinggi akan mempraktikkan gaya hidup yang mewah misalnya lebih konsumtif karena mereka mampu untuk membeli semua dibutuhkan bila dibandingkan dengan keluarga yang kelas ekonominya kebawah (Soekidjo Notoadmodjo. 2003).
Dampak apabila ibu nifas tidak menggunakan kontrasepsi pasca salin yaitu dapat menimbulkan kehamilan yang tidak di inginkan yang dapat meningkatkan angka kejadian aborsi, jarak kelahiran yang terlalu dekat yang dapat menimbulkan komplikasi penyebab kurang berhasilnya program KB Pasca salin salah satu penyebabnya dipengaruhi oleh rendahnya penggunaan KB Pasca salin. Dampak yang ditimbulkan apabila ibu tidak menggunakan kontrasepsi sebelum 6 minggupost partum sedangkan ibu tidak melakukannya maka ovulasi bias kapanpun terjadi sebelum haid, resiko terjadi kehamilan jika ibu melakukan hubungan seksual (Myles, 2009).
Upaya untuk meningkatkan pengguna alat kontrasepsi adalah peran dari suami yang paling utama yaitu mendukung istri menggunakan kontrasepsi pasca salin. Disampingi itu juga perlu meningkatkan pengetahuan kepada suami atau pasangan tentang alat kontrasepsi, sehingga dalam pemakaian alat kontrasepsi ini pasangan suami istri saling mendukung satu sama lainnya dan harus saling kooperatif terutama pada pasangan yang berkonsultasi di klinik kesehatan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan pengkajian lebih dalam mengenai “Hubungan Peran Suami Dengan Waktu Penggunaan KB Pasca salin Pada Ibu Menyusui di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro”.
Tujuan penelitian ini untuk Diketahuinya hubungan peran suami dengan waktu penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.


2.    Metode penelitian
Desain penelitian ini menggunakan studi korelasi dengan pendekatan cross sectional. Metode sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Jumlah populasi sebanyak 30 orang. Variabel independen peran suami variabel dependen waktu penggunaan KB pasca salin. Tehnik pengumpulan data menggunakan kuesioner terbuka dan tertutup. Setelah tabulasi, data yang ada dianalisis dengan menggunakan uji koefisien kontingensi dengan tingkat kemaknaan α 0,05.

3. Hasil Penelitian
Data Umum
1.        Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro yang memiliki luas wilayah ± 287.340 Ha. Adapun untuk batas wilayahnya adalah sebagai berikut Sebelah Utara Desa Ngadiluwih, Sebelah, Selatan Desa Trenggulunan, Sebelah Timur Desa Butoh dan Desa Sendangharjo dan Sebelah Barat Desa Mediunan.
2.        Karakteristik  Responden
1)        Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Tabel 4.1 Distribusi Responden Menurut Umur di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016

No
Umur
F
 %
1
2
3
4
< 20 tahun
20-30 tahun
31-35 ahun
> 35 tahun
5
7
10
8
16,7
23,3
33,3
26,7
Jumlah
30
100

Berdasarkan tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa dari 30  responden kurang dari sebagian berumur 31-35tahun yaitu sebanyak 10 orang (33%).
2)        Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan
Distribusi responden berdasarkan pendidikan disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 4.2    Distribusi Pendidikan Istri di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016

No
Pendidikan Istri
F
%
1
2
3
4
5
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
PT
0
3
15
7
5
0
10
50
23,3
16,7
Jumlah
30
100

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden  sebagian berpendidikan SMP sebanyak 15 orang (50%).
Tabel 4.3    Distribusipendidikan Suami Responden di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016

No
Pendidikan Suami
F
%
1
2
3
4
5
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA
PT
0
3
8
13
6
0
10
27
43
20
Jumlah
30
100

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 30 suami kurang dari sebagian berpendidikan SMP sebanyak 13 orang (43%).
3)        Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Distribusi responden berdasarkan pekerjaan  disajikan dalam tabel ini :
Tabel 4.4    Distribusi Responden Menurut Pekerjaan di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016


No
Jenis Pekerjaan Istri
F
%
1
2
3
4
5
6
Tidak Bekerja
Buruh
Petani
Wiraswasta
Swasta
PNS/TNI/POLRI
8
4
6
5
3
4
26,7
13,3
20
16,7
10
13,3
Jumlah
30
100
    
Berdasarkan tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden kurangdari sebagian tidak bekerja yaitu sebanyak 8 orang (26,7%).



Tabel 4.5 Distribusi Pekerjaan suami responden di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016

No
Pekerjaan Suami
F
 %
1
2
3
4
5
6
Tidak Bekerja
Buruh
Petani
Wiraswasta
Swasta
PNS/TNI/POLRI
0
7
3
9
6
5
0
23,3
10
30
20
16,7
Jumlah
30
100

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden kurang dari sebagian suami responden bekerja sebagai buruhyaitu sebanyak 7 orang (23,3%).
4)        Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Anak
Distribusi responden berdasarkan jumlah anak disajikan dalam tabel ini :
Tabel 4.6    Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2010

No
Jumlah Anak
F
%
1
2
3
1 Orang
2 Orang
3 Orang atau lebih
8
19
3
26,7
63,3
10,0
Jumlah
30
100

Berdasarkan tabel 4.6 dapat dijelaskan bahwa dari  responden lebih dari sebagian responden sebagian mempunyai anak sebanyak 2 orang yaitu sebanyak 19 orang (63,3%).






5)        Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan
Distribusi responden berdasarkan penghasilan disajikan dalam tabel berikut: 
Tabel 4.7    Distribusi Responden Menurut Penghasilan Istri di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro

No
Penghasilan Istri
F
 %
1
2
3
4
Di bawah 1 juta
Antara 1-2 juta
2 juta lebih
Tidak berpenghasilan
11
8
4
7
36,7
26,7
13,3
23,3
Jumlah
30
100

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden kurang dari sebagian berpenghasilan dibawah 1 juta yaitu sebanyak 11 orang (36,7%).
Data Khusus
Data khusus dalam penelitian ini meliputi data sesuai objek penelitian yaitu peran suami dengan penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui.
1)        Peran Suami dengan Penggunaan KB Pasca Salin
Peran suami dengan penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui dari responden dapat disajikan sebagai berikut :
Tabel 4.8    Distribusi Peran Suami dengan Penggunaan KB Pasca Salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016

No
Peran Suami
F
 %
1
2
3
Kurang
Cukup
Baik
13
17
0
43,3
56,7
0
Jumlah
30
100

Berdasarkan tabel 4.7 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, lebih  dari sebagian responden, peran suami kurang yaitu sebanyak 13 responden (43,3%), peran suami cukup yaitu sebanyak 17 responden (56,7%).
Tabel 4.9    Distribusi Peran Suami dengan Kategori Motivator Di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro

No
Motivator Suami
F
%
1
2
3
Kurang
Cukup
Baik
8
17
5
26,5%
57%
16,5%
Jumlah
30
100%
              
Berdasarkan tabel 4.9 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, lebih  dari sebagian responden motivator suami cukup yaitu sebanyak 17 responden (57%), kurang yaitu sebanyak 8 responden (26,5%) dan baik 5 responden (16,5%).
Tabel 4.10  Distribusi Peran Suami dengan Kategori Edukator Di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro

No
Edukator Suami
F
%
1
2
3
Kurang
Cukup
Baik
15
12
3
50%
40%
10%
Jumlah
30
100%

Berdasarkan tabel 4.10 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, sebagian responden edukator suami kurang yaitu sebanyak 15 responden (50%), cukup yaitu sebanyak 12 responden (40%) dan baik 3 responden (10%).








Tabel 4.11  Distribusi Peran Suami dengan Kategori Fasilitator Di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro

No
Fasilitator Suami
F
%
1
2
3
Kurang
Cukup
Baik
20
8
2
67%
26%
7%
Jumlah
30
100%

Berdasarkan tabel 4.11 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, lebih dari sebagian responden fasilitator suami kurang yaitu sebanyak 20 responden (67%), cukup yaitu sebanyak 8 responden (26%) dan baik 2 responden (7%).
2)        Penggunaan KB Pasca Salin
Penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui dari 30 responden dapat disajikan sebagai berikut:
Tabel 4.12  Distribusi Waktu Penggunaan KB Pasca Salin Di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro 2016
   
No
Penggunaan KB Pasca Salin
F
%
1
2
Tepat Waktu
Tidak Tepat Waktu
5
25
16,7%
83,3%
Jumlah
30
100%

Berdasarkan tabel 4.12 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden sebagian besar responden tidaktepat waktu dalam menggunakan KB yaitu sebanyak 25responden (83,3%) dan tepat waktu 5 responden (16,7%) .







3)        Hubungan Peran Suami Dengan Penggunaan KB Pasca Salin Pada Ibu menyusui Di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
Tabel 4.13  Tabulasi silang Peran Suami Dengan Penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016

Peran Suami Penggunaan KB Pasca Salin
Penggunaan KB pasca salin
∑Total
Tidak Tepat Waktu
Tepat Waktu
%
%
%
Kurang
Cukup
Baik
13
12
0
100
70,6
0
0
5
0
0
29,4
0
13
17
0
100
100
0
Total
25
83,3
5
16,7
30
100
                                C =0,364                  p=0,032

          Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan bahwa dari 30 responden, suami kurang berperan yaitu sebanyak 13 orang (43,3%) dan yang mempunyai peran cukup yaitu 12 orang (70,6%) sedangkan yang menggunakan KB tepat waktu hanya 5 orang (16,7%) dan yang tidak tepat waktu dalam menggunakan KB sebanyak 25 orang (83,3%).
Setelah pengumpulan data selesai dilakukan dari masing-masing data, langkah selanjutnya yaitu analisa data menggunakan uji coefficient contingency menggunakan progam SPSS  for windows antara peransuamidenganpenggunaan KB pascasalindiperoleh nilai coefficient contingency = dan nilai sig. 2 tailed (p)=0,032  dimana < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa H1 diterima terdapat hubungan peran suami dengan waktu penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016.

4. Pembahasan
4.1  Peran Suami dengan Penggunaan KB Pasca Salin Di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
          Dari tabel 4.8 dapat dijelaskan bahwa 30 ibu menyusui, lebih dari sebagian besar responden peran suami cukup yaitu sebanyak 17 orang (56,7%) dan peran suami kurang sebanyak 13 orang (43,3%).
          Ibu yang suaminya kurang berperan dapat dilihat dari kelas sosial yang ada dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa ibu yang bekerja di luar rumah73,3% dan rata-rata hanya bertemu dengan pasangan malam hari, suami akan kurang berperan dalam dalam penggunaan KB karena ibu sibuk dan suami sama-sama sibuk jadi sulit untuk membicarakan masalah KB yang akan digunakan istri karena terbatasnya waktu untuk bertemu karena suami dan istri sibuk bekerja dan mengurus karir masing-masing jadi sulit untuk bertemu dan berkumpul.
Peran adalah perangkat tingkah laku yang dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat (KBBI, 2008). Peran juga menunjukkan suatu kumpulan norma untuk perilaku seseorang dalam suatu posisi khusus, seperti seorang istri, suami, anak, guru, hakim, dokter, perawat, rohanian, dan sebagainya (Marasmis, 2006).Suami adalah perangkat tingkah yang dimiliki seorang lelaki yang telah menikah, baik dalam fungsinya dikeluarga maupun dimasyarakat.Menurut BKKBN (2007) peran tanggung jawab pria dalam kesehatan reproduksi khususnya pada keluarga berencana (KB) sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
       Berdasarkan tabel 4.9 dapat dijelaskan bahwa dari 30 ibu menyusui lebih  dari sebagian ibu menyusui motivator suami cukup yaitu sebanyak 57, kurang 26,5% dan baik 16,5%.
Ibu menyusui yang motivator suaminya kurang disebabkan karena masih rendahnya dukungan suami, karena suami yang bekerja jauh entah itu sama-sama sibuk jarang bertemu atau sama-sama kurang mengerti apa itu KB pasca salin dan bisa disebabkan juga oleh suami yang tidak tahu KB tapi akhirnya mengikuti mitos dari orang tua bahwa melarang istrinya untuk menggunakan KB karena jika istri menggunakan KB istri akan tidak bisa mempunyai anak lagi. Masyarakat desa masih banyak juga yang mengikuti tradisi turun temurun yang dipercaya jika orang tua melarang untuk menggunakan sesuatu anak juga dilarang untuk menggunakan. Hal ini sesuai dengan teori dari BKKBN dibawah ini.
       Menurut BKKBN (2007) faktor yang mempengaruhi peran suami motivator atau Berencana, dukungan suami sangat diperlukan.Seperti diketahui bahwa di Indonesia, keputusan suami dalam mengizinkan istri adalah pedoman penting bagi si istri untuk menggunakan kontrasepsi.Bila suami tidak mengizinkan atau mendukung, hanya sedikit istri yang berani tetap memasang alat kontrasepsi tersebut.
Berdasarkan tabel 4.10 dapat dijelaskan bahwa dari 30 ibu menyusui, sebagian  edukator suami kurang yaitu sebanyak 50%, cukup  40% dan baik 10%.
Peran suami sebagai edukator atau pendidik didalam menggunakan KB sangat kurang karena suami tidak pernah mengetahui apa itu KB bagaimana cara menggunakan KB dimana bisa mendapatkan KB dan apa itu kegunaan KB. Suami kurang mempunyai pengetahuan tentang KB juga bisa karena suami tidak pernah menemani istri datang ke petugas kesehatan untuk mendapatkan KB bahkan tidak pernah dan tidak tahu sama sekali bahwa istrinya menggunakan KB apa dan suami juga masih banyak yang menganggap bahwa KB itu urusan istri saja dan suami tidak mau tahu dan tidak ingin ikut campur dalam memilih dan menggunakan KB yang tepat yang akan digunakan istri.
Menurut BKKBN (2007) peran suami sebagai edukator adalah mendukung mengambil keputusan, peran suami memberikan informasi juga sangat berpengaruh bagi istri. Peran seperti ikut pada saat konsultasi pada tenaga kesehatan saat istri akan memakai alat kontrasepsi, mengingatkan istri jadwal minum obata atau jadwal kontrol, mengingatkan istri hal yang tidak boleh dilakukan saat memakai alat kontrasepsi dan sebagainya akan sangat berperan bagi istri saat akan atau telah memakai alat kontrasepsi. Besarnya peran suami akan sangat membantunya dan suami akan semakin menyadari bahwa masalah kesehatan reproduksi bukan hanya urusan wanita (istri) saja.
Berdasarkan tabel 4.11 dapat dijelaskan bahwa dari 30 ibu menyusui, lebih dari sebagian ibu menyusui fasilitator suami kurang yaitu sebanyak 26%, cukup yaitu sebanyak 26% dan baik 7%.
Kurangnya fasilitas yang diberikan oleh suami juga akan membuat istri enggan menggunakan KB karena suami belum mengijinkan, dan istri masih berpikir jika suami tidak mengijinkan istri untuk menggunakan KB, istri juga tidak akan menggunakan karena fasilitas yang disediakan oleh suami, tapi mungkin jika suami memberikan fasilitas atau kebebasan pada istri untuk menggunakan KB atau menemani istri memasang KB atau kembali kontrol ulang suami selalu menemani dan setia memberikan dukungan pada istri untuk menggunakan KB istri akan lebih bisa memiliki kebebasan untuk menggunakan KB dan konseling ke petugas kesehatan rutin setiap tanggal kunjungan ulang.
          Menurut BKKBN (2007) peran suami Sebagai fasilitator adalah memfasilitasi (sebagai orang yang menyediakan fasilitas), memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksa masalah kesehatan reproduksinya.
          Faktor yang mempengaruhi peran adalah motivator, edukator, fasilitator yang dimana peran suami kurang 43,3% dan peran suami cukup 56,7%.
Menurut Sukardi (2011) peran suami dalam KB dan kesehatan reproduksi merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi. Dalam hal ini termasuk pemenuhan hak-hak pria untuk mendapat informasi dan akses terhadap  pelayanan KB yang aman dan terjangkau, dapat diterima dan menjadi pilihan mereka, serta metode pengaturan kelahiran lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum, etika dan nilai sosial.Rendahnya partisipasi pria dalam KB dapat dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan kebutuhan yang di inginkan), lingkungan, sosial budaya, masyarakat, keluarga/istri, keterbatasan informasi aksebilitas terhadap pelayanan KB pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria.
Pendapat ini sesuai dengan responden yang ada di Desa Kolong Kecamatan. Ibu yang suami yang berperan akan lebih cepat untuk memperoleh informasi tentang KB dan ikut berperan dalam hak-hak reprosuksi dan kesehatan reproduksi ibu.

4.2  Waktu Penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
          Berdasarkan dari hasil penelitian pada tabel 4.9 dapat dijelaskan bahwa dari 30 ibu menyusui sebagian besar  tidak tepat waktu dalam menggunakan KB pasca salin yaitu lebih dari 3 bulan pasca salin yaitu sebanyak 83,3% dan hanya 16,7% yang tepat menggunakan KB pasca salin yaitu  4-6 minggu pasca salin.
          Ibu  yang tidak tepat waktu dalam menggunakan KB disebabkan karena rendahnya pendidikan ibu sendiri . Dapat dilihat dari tabel 4.2 sebagian ibu (50%) berpendidikan SMP berpengaruh terhadap tahu atau tidaknya ibu tentang KB dan dimana saja ibu bisa mendapatkan pendidikan tentang KB terutama KB pasca salin dan kapan waktu yang tepat untuk menggunakan KB pasca ibu melahirkan. Rendahnya pendidikan suami juga sangat berpengaruh terhadap penggunaan KB karena semakin rendahnya pendidikan suami semakin rendah juga pendidikan tentang KB yang diketahui, juga karena tradisi yang diajarkan dari orang tua bahwa KB itu sebenarnya tidak diperbolehkan karena akan menghentikan keturunan.
          Pendidikan menurut Soekidjo Notoadmodjo (2008), semakin tinggi pendidikan suatu masyarakat, semakin tinggi pula harapan mereka dalam memperoleh informasi.
          Pengetahuan juga  bisa mempengaruhi seseorang dalam menggunakan KB karena semakin baik pengetahuan ibu akan semakin tepat waktu dalam menggunakan KB apalagi ibu yang sudah mempunyai pengalaman menggunakan KB pasca salin sebelumnya ibu akan menggunakan KB tepat pada waktu pengelamannya yang pertama yang pernah ibu gunakan.
       Pengetahuan Pengetahuan berasal dari hasil tahu dan ini trjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Soekidjo Notoadmodjo. 2003).
Penggunaan kontrasepsi pascasalin merupakan inisiasi pemakaian kontasepsi dalam waktu 6 minggu pertama pasca persalinan.Waktu mulai menggunakan kontrasepsi pascasalin tergantung dari status menyusui. Jika ibu tidak menyusui bayinya ibu akan kembali haid dalam 4-6 minggu pascasalin. Oleh karena itu kontasepsi harus mulai pada waktu sebelum hubungan seksual pertama pascasalin atau 4-6 minggu (Saifuddin, Abdul Bari, 2006).
          Pendapat diatas tidak sesuai dengan hasil penelitian di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro, masih banyak ibu menyusui yang menggunakan KB pasca salin setelah 3 bulan pasca salin karena rendahnya pendidikan tentang KB dan masih berjalannya tradisi turun temurun yang diajarkan oleh orang tuanya sehingga membuat ibu berpikir untuk mengikuti tradisi sampai turun temurun.

4.3  Hubungan Peran Suami dengan Penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
          Berdasarkan penelitian pada tabel 4.13 menunjukkan bahwa dari sebagian besar ibu menyusui peran suami kurang 100% tidak tepat waktu dalam menggunakan KB, peran suami cukup 29,4% tepat waktu dalam menggunakan KB.                                          Dari uji statistik dengan menggunakan coefficient contingency menggunakan progam SPSS  for windows antara peransuamidenganpenggunaan KB pascasalindiperoleh nilai coefficient contingency = dan nilai sig. 2 tailed (p)=0,032  dimana < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa H1 diterima terdapat hubungan peran suami dengan waktu penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
          Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pria adalah dengan mengadakan pertemuan, orientasi dan advokasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan, sikap dan kesadaran kesetaraan gender, mengembangkan tempat pelayanan KB pria yang berkualitas, penyediaan fasilitas pelayanan dan alat kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan, peningkatan pengetahuan dan keterampilan dari pengelola, pelaksana, kader sebagai provider melalui orientasi dan pelatihan. Untuk Meningkatkan kesertaan KB Pria berarti merubah pengetahuan sikap dan perilaku dari yang sebelumnya tidak atau belum mendukung KB Pria menjadi mendukung dan mempraktekkannya sebagai peserta. Mereka yang tadinya menganggap bahwa KB adalah urusan perempuan harus bergeser ke arah anggapan bahwa KB adalah urusan serta tanggung jawab suami dan isteri (Henny, 2011). Peningkatan partisipasi pria dalam ber KB dan Kesehatan Reproduksi merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi.Dalam hal ini termasuk pemenuhan hak-hak pria untuk mendapatkan informasi dan akses terhadap pelayanan KB yang aman, efektif, terjangkau, dapat diterima dan menjadi pilihannya.Serta metode pengaturan kelahiran lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum, etika dan nilai sosial (Henny, 2011).
          Pendapat diatas tersebut sesuai dengan keadaan yang ada di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro bahwa untuk meningkatkan peran suami, sikap dan kesetaraan gender mengembangkan tempat pelayanan KB, pelatihan untuk meningkatkan kesertaan KB pria dari yang sebelumnya tidak atau belum berperan dalam penggunaan KB pria menjadi pendukung istri yang antara 4-6 minggu pasca salin sudah menggunakan KB bahkan selalu mengingatkan istrinya jika lupa dalam menggunakan KB.
          Dari pendapat-pendapat diatas peneliti menyimpulkan peran suami dalam waktu penggunaan KB pasca salin yang masih rendah dikarenakan kurangnya informasi baik yang diperoleh oleh tenaga kesehatan maupun media informasi lain. Tradisi yang turun-temurun yang mengatakan bahwa perempuan tidak diperbolehkan KB karena larangan agama atau boleh KB setelah 3 bulan melahirkan mendorong mereka untuk mengikuti tradisi turun temurun tersebut. Dengan seringnya mendapat informasi dan mengurangi mitos dari orang tua dapat meningkatkan keberhasilan cakupan KB di Desa Kolong sehingga mencapai target yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan.

5. Penutup
5.1    Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1)        Sebagian besar suami ibu cukup  berperan dalam waktu penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
2)        Sebagian besar ibu tidak tepat dalam menggunakan KB di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
3)        Ada hubungan antara peran suami dengan waktu penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro

5.2    Saran
5.2.1   Bagi Responden
          Diharapkan bagi ibu menyusui 6 minggu-3bulan pasca hendaknya :
1)        Lebih menjalin hubungan baik dengan suami agar suami dapat berperan aktif didalam kesehatan reproduksi melalui komunikasi, mengajak suami ke petugas kesehatan masalah pemilihan kontrasepsi baik ke bidan,puskesmas, peugas BKKBN maupun rumah sakit sehingga ibu dan suami mengerti kapan waktu yang tepat untuk menggunakan KB pasca salin.
2)        Tidak memilih dan memutuskan KB sendiri tanpa melibatkan suami.
5.2.2   Bagi Tenaga Kesehatan
          Bagi tenaga kesehatan sangat penting untuk melaksanakan penyuluhan kesehatan bagi masyarakat khususnya tentang pentingnya Peran suami dalam kesehatan reproduksi melalui kader atau secara langsung kepada ibu menyusui sehingga ibu mengerti waktu yang tepat untuk menggunakan KB pasca salin.

5.2.3   Bagi Institusi Pendidikan / Almamater
          Sebagai dasar pengelolaan program pembelajaran mata kuliah Kesehatan reproduksi dan KB terutama dikomunitas yang berkaitan dengan KB pasca salin.
Kiranya Penelitian ini dapat bermakna sebagai referensi penelitian-penelitian selanjutnya.

5.2.4   Bagi Peneliti
          Karena keterbatasan pengalaman, waktu dan dana dalam melaksanakan penelitian ini, sehingga hasilnya masih kurang sempurna. Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan KB pasca salin.


DAFTAR PUSTAKA

Bahiyatun, (2009). Buku Ajar Kebidanan Asuhan Nifas Normal. Jakarta : EGC
BKKBN. (2014). Situasi dan Analisa Keluarga Berencna. [Internet] Tersedia dalam:http://www.depkes.go.id/resurce/download/pustadin/infodatain/infodatin-harganas. pdf> [Diakses 10 Januari 2015]
BKKBN. (2013).Peningkatan Jumlah Penduduk. Tersedia dalam: http ://m.liputan 6.com/read/521272/bkkn-tahun-ini-penduduk-indonesia-capai-250-juta-jiwa [Diakes tanggal 21 Desember 2014]
BKKBN. (2008). Situasi dan Analisa Keluarga Berencna. [Internet] Tersedia dalam:http://www.depkes.go.id/resurce/download/pustadin/infodatain/infodatin-harganas. pdf> [Diakses 10 Januari 2010]
BKKBN. (2011). Situasi dan Analisa Keluarga Berencna. [Internet] Tersedia dalam:http://www.depkes.go.id/resurce/download/pustadin/infodatain/infodatin-harganas. pdf> [Diakses 10 Januari 2012]
Bobak, (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC
Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro. (2015). Profil Kesehatan Daerah Bojonegoro.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro. (2014). Rekapitulasi Data. Bojonegoro.
Friedman, (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek. Jakarta : ECG
Friedman, (2007).Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek. Jakarta : ECG
Henny Ayu Komang, (2011). Asuhan Keperawatan Komunitas. Jakarta: EGC
Jalaludin R, (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya
Marasmis, (2006). Ilmu Perilaku Dalam Pelayanan Kesehatan. Surabaya: Univeritas Airlangga
Nursalam & Siti Pariani, (2001). Konsep dan penerapan Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta : Infomedika.
Sarwono Prawirohardjo, (2005). Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC
Saifuddin, Abdul Bari, (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Soekidjo Notoatmodjo, (2003) Kesehatan Ilmu dan Seni.Jakarta: CV Sagung Seto. Jakarta
Soekidjo Notoatmodjo, (2005). Metodologi penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Soerjono Soekanto, (2005). IlmuSosial. Jakarta: Rajawali Pers



Komentar

Postingan populer dari blog ini

KOMUNIKASI TERAPEUTIK & DIMENSI RESPONSIP DAN TINDAKAN

KOMUNIKASI PADA LANSIA

BAHAN KLIPING