Karya Tulis Ilmiah“Hubungan Peran Suami Dengan Waktu Penggunaan KB Pasca salin Pada Ibu Menyusui di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro”. Vivin Nur Faida STIKES MUHAMMADIYAH LAMONGAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
merupakan salah satu Negara berkembang dengan berbagai jenis masalah yang dihadapi
di Indonesia salah satunya adalah bidang kependudukan yaitu masih tingginya pertumbuhan
penduduk. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 diketahui bahwa pertumbuhan penduduk
melebihi proyeksi nasiona lyaitusebesar 237,6 juta jiwa dengan Laju Pertumbuhan
Penduduk (LPP) 1,49 juta pertahun. Jika laju pertumbuhan penduduk 1,49%
pertahun maka setiap tahunnya akan terjadi pertumbuhan penduduk sekitar 3,5
juta yakni sebesar 241,1 juta jiwa. Jika laju pertumbuhan tidak di tekan maka jumlah
penduduk Indonesia tahun 2045 menjadi 450 juta jiwa (BKKBN, 2011).
Program
pemerintah yang bertujuan menekan angka pertumbuhan penduduk yakni program Keluarga
Berencana (KB) termasuk juga KB pasca salin. Penerapan KB pasca salin ini sangat
penting karena kembalinya kesuburan pada seorang ibu setelah melahirkan tidak dapat
diprediksi dan dapat terjadi sebelum datangnya siklus haid, bahkan pada wanita menyusui.
Ovulasi pertama pada wanita tidak menyusui bisa terjadi pada 34 hari pasca persalian,
bahkan dapat terjadi lebih awal.
Di Indonesia
cakupan pelayanan KB pasca salin masih belum memenuhi target yang ditetapkan oleh
pemerintah yaitu 80%. Berdasarkan laporan hasil pelayanan kontrasepsi (BKKBN, 2013),
jumlah cakupan KB pasca persalinan sebanyak 1.134.254 peserta atau 22,4% dari jumlah
sasaran akseptor KB pasca salin yaitu 4.975.633 orang (BKKBN, 2013).
Berdasarkan laporan
hasil pelayanan kontrasepsi BKKBN 2015 bahwa jumlah peserta KB pasca salin secara
keseluruhan untuk daerah Bojonegoro masih rendah. Sedangkan di wilyah kerja Puskesmas
Ngasem jumlah KB Pasca salin sebesar 593 orang dari jumlah total ibu nifas paripurna
833 orang. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Bojonegoro, Desa Kolong Kecamatan
Ngasem merupakan Desa dengan cakupan KB Pasca Persalinan yang masih rendah dibandingkan
dengan Desa yang lain dengan peserta KB Pasca salin sebanyak 27 orang atau dari
jumlah sasaran 38 orang dan KB pasca persalinan (BKKBN Kab, Bojonegoro).
Berdasarkan hasil
wawancara kepada 10 ibu menyusui di Desa Kolong, mengatakan bahwa pernah diberikan konseling tentang KB pasca salin yang bisa
digunakan setelah melahirkan, dan 7 orang (70%) ibu menyusui mengatakan belum mengikuti KB pasca
salin setelah 6 minggu pasca salin karena belum mendapat persetujuan suami. Dari
data di atas dapat diketahui
bahwa masih banyak ibu menyusui yang belum menggunakan KB pascasalin.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi Penggunaan KB antara lain Persepsi akseptor KB, tingkat pendidikan,
motivasi, fasilitas pelayanan kesehatan, tingkat pengetahuan, konseling dan peran
suami.
Persepsi akseptor
KB merupakan suatu proses mental yang terjadi pada manusia sebagai pengalaman sudah
mendapat ransangan melalui panca indera, mengetahui dan mengartikan rangsangan tersebut.
Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda, meskipun mengamati objek yang
sama (Soekidjo Notoadmodjo. 2007). Tingkat pendidikan merupakan semakin tinggi pendidikan suatu
masyarakat, semakin tinggi pula harapan mereka dalam memperoleh informasi. Pendidikan
merupakan upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lainbaik individu,
kelompok atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharap oleh pelaku
pendidikan (Soekidjo
Notoadmodjo .2003). Status Ekonomi adalah kedudukan seseorang
atau keluarga dimasyarakat berdasarkan pendapatan perbulan. Status ekonomi dapat
dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga bahan pokok (Soerdjono Soekanto,
2005). Motivasi merupakan suatu dorongan dalam diri seseorang yang menyebabkan
orang tersebut melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dalam bentuk perilaku untuk
mencapai suatu tujuan. Persoalan motivasi dapat dilanjutkan dengan persoalan minat
(Soekidjo Notoadmodjo, 2007). Fasilitas pelayanan kesehatan ada atau tidaknya fasilitas
kesehatan akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak dan berperilaku sehat,
masyarakat memerlukan saran dan prsarana dan mendukung. Sejauh ini berbagai faktor
yang mempengaruhi kelangsungan suatu program masih berjalan salah satunya adalah
fasilitas. Fasilitas yang lengkap akan berpengaruh terhadap keikutsertaan masyarakat
khususnya para ibu atau dalam melaksanakan program KB yang merupakan program nasional (Soekidjo Notoadmodjo. 2003).
Tingkat
pengetahuan dapat diperoleh secara langsung maupun tidak langsung. Pengetahuan dapat
diperoleh dari pengalaman sendiri, komunikasi dengan orang lain, media cetak dan
media elektronik (Soekidjo
Notoadmodjo. 2003). Konseling merupakan aspek yang
sangat penting dalam pelayanan keluarga berencana. Dengan melakukan konseling berarti
petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi sesuai dengan
pilihannya (Saifuddin, AB, 2004). Peran keluarga menunjukkan beberapa perilaku
yang kurang lebih bersifat homogeny, didefinisikan dan diharapkan secara
normative dan seseorang dalam situasi social tertentu (Friedman, 2002). Menurut
Sukardi (2011) peran suami dalam KB dan kesehatan reproduksi merupakan bagian dari
pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi. Dalam hal ini termasuk
pemenuhan hak-hak pria untuk mendapat informasi dan akses terhadap pelayanan KB
yang amandan terjangkau, dapat diterima dan menjadi pilihan mereka, serta metode
pengaturan kelahiran lainnya yang tidak bertentangan dengan hokum, etika dan nilai
sosial. Rendahnya partisipasi pria dalam KB dapat dilihat dari berbagai aspek,
yaitu dari sisi pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan kebutuhan yang di
inginkan), lingkungan, social budaya, masyarakat, keluarga/istri, keterbatasan informasi
aksebilitas terhadap pelayanan KB pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria.
Pendapatan adalah
hasil yang diperoleh dari kerja atau usaha yang telah dilakukan. Pendapatan akan
mempengaruhi gaya hidup seseorang. Orang atau: keluarga yang mempunyai status
atau pendapatan tinggi akan mempraktikkan gaya hidup yang mewah misalnya lebih konsumtif
karena mereka mampu untuk membeli semua dibutuhkan bila dibandingkan dengan keluarga
yang kelas ekonominya kebawah (Soekidjo Notoadmodjo. 2003).
Dampak apabila
ibu nifas tidak menggunakan kontrasepsi pasca salin yaitu dapat menimbulkan kehamilan
yang tidak di inginkan yang dapat meningkatkan angka kejadian aborsi, jarak kelahiran
yang terlalu dekat yang dapat menimbulkan komplikasi penyebab kurang
berhasilnya program KB Pasca salin salah satu penyebabnya dipengaruhi oleh rendahnya
penggunaan KB Pasca salin. Dampak yang ditimbulkan apabila ibu tidak menggunakan
kontrasepsi sebelum 6 minggupost partum sedangkan ibu tidak melakukannya maka ovulasi
bias kapanpun terjadi sebelum haid, resiko terjadi kehamilan jika ibu melakukan
hubungan seksual (Myles, 2009).
Upaya untuk meningkatkan
pengguna alat kontrasepsi adalah peran dari suami yang paling utama yaitu mendukung istri menggunakan kontrasepsi
pasca salin. Disampingi itu juga perlu meningkatkan pengetahuan kepada suami atau pasangan tentang
alat kontrasepsi, sehingga dalam pemakaian alat kontrasepsi ini pasangan suami istri
saling mendukung satu sama lainnya dan harus saling kooperatif terutama pada pasangan
yang berkonsultasi di klinik kesehatan.
Berdasarkan uraian
di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan pengkajian lebih dalam mengenai
“Hubungan Peran Suami Dengan Waktu Penggunaan KB Pasca salin Pada Ibu Menyusui di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten
Bojonegoro”.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan
peran suami dengan
waktu penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan
peran suami dengan
waktu penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
1.3.2 Tujuan Khusus
1)
Mengidentifikasi peran suami dengan waktu penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem
Kabupaten Bojonegoro.
2)
Mengidentifikasi waktu pengunaan KB
pascasalin pada ibumenyusui di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
3)
Menganalisis hubungan peran suami
dengan waktu penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Akademis
Merupakan sumbangan
bagi ilmu pengetahuan khususnya dalam hal penggunaan KB pasca salin dan sebagai
sarana pembanding bagi dunia ilmu pengetahuan dalam memperkaya informasi tentang
KB pasca salin.
1.4.2 Bagi Praktisi, peneliti bermanfaat:
1)
Bagi Pemerintah
Sebagai masukan
dan informasi bagi pemerintah dalam program penggunaan KB pasca salin.
2)
Bagi Puskesmas
Memberikan masukan
dan informasi bagi puskesmas dalam meningkatkan pencapaian KB pasca salin.
3)
Bagi Peneliti
Mengembangkan
wawasan dan kemampuan dalam menyusun penelitian secara sistematis dan sebagai salah
satu upaya untuk meningkatkan peran suami dengan pentingnya penggunaan KB pasca
salin.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan
membahas tentang 1) Konsep Peran, 2) Konsep KB Pasca salin 3) Konsep Masa
Nifas, 4) Kerangka Konsep, dan 5) Hipotesa.
2.1 Konsep Peran
2.1.1 Pengertian Peran Keluarga
Peran adalah
perangkat tingkah laku yang dimiliki oleh orang yang berkedudukan dimasyarakat
(KBBI, 2008). Peran juga menunjukkan suatu kumpulan norma untuk perilaku
seseorang dalam suatu posisi khusus, seperti seorsng istri, susmi, anak, guru,
hakim, dokter, perawat, rohanian, dan sebagainya (Marasmis, 2006).Suami adalah
perangkat tingkah yang dimiliki seorang lelaki yang telah menikah, baik dalam
fungsinya dikeluarga maupun dimasyarakat.
Menurut BKKBN (2007) peran
tanggung jawab pria dalam kesehatan reproduksi khususnya pada Keluarga
Berencana (KB) sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
1)
Peran Suami Sebagai Motivator
Berencna,
dukungan suami sangat diperlukan.Seperti diketahui bahwa di Indonesia,
keputusan suami dalam mengizinkan istri adalah pedoman penting bagi si istri
untuk menggunakan kontrasepsi.Bila suami tidak mengizinkan atau mendukung,
hanya sedikit istri yang berani tetap memasang alat kontrasepsi tersebut.
Dukungan suami sangat berpengaruh besar dalam pengambilan keputusan menggunakan
atau dan metode apa yang akan dipakai.
2)
Peran suami sebagai Edukator
Mendukung
mengambil keputusan, peran suami memberikan informasi juga sangat berpengaruh
bagi istri. Peran seperti ikut pada saat konsultasi pada tenaga kesehatan saat
istri akan memakai alat kontrasepsi, mengingatkan istri jadwal minum obata atau
jadwal kontrol, mengingatkan istri hal yang tidak boleh dilakukan saat memakai
alat kontrasepsi dan sebagainya akan sangat berperan bagi istri saat akan atau
telah memakai alat kontrasepsi. Besarnya peran suami akan sangat membantunya
dan suami akan semakin menyadari bahwa masalah kesehatan reproduksi bukan hanya
urusan wanita (istri) saja.
3)
Peran Suami Sebagai
Fasilitator
Peran suami
adalah memfasilitasi (sebagai orang yang menyediakan fasilitas), memberi semua
kebutuhan istri saat akan memeriksa maslah kesehatan reproduksinya. Hal ini
dapat terlihat saat suami menyediakan waktu untuk mendampingi istri memasang
alat kontrasepsi atau kontrol, suami bersedia memberikan biaya khusus untuk
memasang alat kontrasepsi, dan membantu istri menentukan tempat pelayanan atau
tenaga kesehatan yang sesuai.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pria
adalah dengan mengadakanpertemuan, orientasi dan advokasi dalam rangka
meningkatkan pengetahuan, sikap dan kesadaran kesetaraan gender, mengembangkan
tempat pelayanan KB pria yang berkualitas, penyediaan fasilitas pelayanan dan
alat kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan, peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dari pengelola, pelaksana, kader sebagai provider melalui
orientasi dan pelatihan. Untuk Meningkatkan kesertaan KB Pria berarti merubah
pengetahuan sikap dan perilaku dari yang sebelumnya tidak atau belum mendukung
KB Pria menjadi mendukung dan mempraktekkannya sebagai peserta. Mereka yang
tadinya menganggap bahwa KB adalah urusan perempuan harus bergeser ke arah
anggapan bahwa KB adalah urusan serta tanggung jawab suami dan isteri (Henny,
2011). Peningkatan partisipasi pria dalam ber KB dan Kesehatan Reproduksi
merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan
reproduksi.Dalam hal ini termasuk pemenuhan hak-hak pria untuk mendapatkan
informasi dan akses terhadap pelayanan KB yang aman, efektif, terjangkau, dapat
diterima dan menjadi pilihannya.Serta metode pengaturan kelahiran lainnya yang
tidak bertentangan dengan hukum, etika dan nilai sosial (Henny, 2011).
Menurut
Sukardi (2011) peran suami dalam KB dan kesehatan reproduksi merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan
reproduksi. Dalam hal ini termasuk pemenuhan hak-hak pria untuk mendapat
informasi dan akses terhadap pelayanan
KB yang aman dan terjangkau, dapat diterima dan menjadi pilihan mereka, serta metode
pengaturan kelahiran lainnya yang tidak bertentangan dengan hokum, etika dan
nilai sosial.Rendahnya partisipasi pria dalam KB dapat dilihat dari berbagai
aspek, yaitu dari sisi pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan kebutuhan yang
di inginkan), lingkungan, sosial budaya, masyarakat, keluarga/istri,
keterbatasan informasi aksebilitas terhadap pelayanan KB pria, keterbatasan
jenis kontrasepsi pria.
Mengingat KB
dan kesehatan reprosuksi merupakan kepentingan dan tanggung jawab bersama dalam
berpartisipasi meningkatkan kualitas kesehatan reproduksinya termasuk KB,
pengasuhan anak dan tanggungjawab dalam kesehatan reproduksi
lainnya.partisipasi pria adalah tanggungjawab pria dalam keterlibatkan dan
keikutsertaan berKB dan kesehatan reproduksi,serta perilaku seksual yang sehat
dan aman bagi dirinya, pasangannya dan keluarganya. Parrtisipasi ini adalah
bentuk nyata dari kepedulian dan keikutsertaan pria atau suami dalam
pelaksanaan program KB dan kesehatan reproduksi adalah sebagai berikut:
(1) Sebagai peserta KB partisipasi suami dalam program KB dapat
bersifat langsung .partisipasi suami secara langsung dalam program KB adalah
menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan seperti : metode
senggama terputus, metode pantang berkala, kondom, vasektomi kontrasepsi
mantap.
Sedangkan
partisipasi suami secara tidak langsung dalam program KB yaitu menganjurkan
atau memberikan kebebasan kepada pasangannya (istri) untuk menggunakan
kontrasepsi.
(2) Mendukung istri dalam program kontrasepsi
Peranan suami
dalam menganjurkan, mendukung dan memberikan kebebasan pasangannya atau istri
untuk menggunakan kontrasepsi atau cara/ metode KB diawali sejak pria tersebut
melakukan akad nikah dengan wanita pasangannya dalam merencanakan jumlah anan
ysng akan dimiliki sampai dengan akhir masa reproduksinya atau menopause.
Dukungan ini meliputi:
(1) Memilih kontrasepsi yang cocok yaitu yaitu kontrasepsi yang sesuai
dengan keinginan dan kondisi istrinya.
(2) Membantu pasangannya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar,
seperti mengingatkan saat minum pil KB,mengingatakan istri untuk kontrol.
(3) Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun
komplikasi dan mengantar ke fasilitas pelayanan untuk kontrol atau rujukan.
(4) Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini
terbukti tidak memuaskan.
(5) Menghentikan pemakaian kontrasepsi bila keadaan kesehatan istrinya
tidak memungkinkan.
(6) Merencanakan jumlah anak bersama pasangan
(7) Merencanakan jumlah anak dalam keluarga perlu dibicarakan antara
suami istri dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain: kesehatan dan
kemampuan untuk memberikan pendidikan dan kehidupan yang layak.
Faktor
yang mempengaruhi peran suami (Dr. Suparyanto, M.Kes):
1)
Kelas Sosial
Fungsi dari suami didalam keluarga yang
dipengaruhi oleh tuntutan kepentingan dan kebutuhan yang ada salama keluarga
suami sebagai kepala rumah tangga diwajibkan harus siap dengan tanggung jawab
yang diembannya.
2)
Keluarga
Keluarga dengan orang tua tunggal jelas
berbeda dengan orang yang masih lengkap, demikian juga antara keluarga inti
dengan keluarga besar yang beragam dalam pengambilan keputusan dan kepentingan
rawan konflik peran, semakin banyak keluarga semakin pula yang membantu kita
dalam berfikir, keputusan keluarga lebih baik dari keputuhan individu.
2.2 Konsep KB Pasca Salin
2.2.1 Pengertian KB
Keluarga berencana adalah merupakan suatu program pemerintah yang
dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan penduduk dan jumlah penduduk.
Program keluarga berencana oleh pemerintah adalah agar keluarga sebagai unit
terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima norma Keluarga Kecil Bahagia dan
Sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada pertumbuhan yang seimbang.
2.2.2 Waktu Menggunakan
Kontrasepsi Pascasalin
Penggunaan kontrasepsi pascasalin merupakan inisiasi pemakaian kontasepsi
dalam waktu 6 minggu pertama pasca persalinan.Waktu mulai menggunakan
kontrasepsi pascasalin tergantung dari status menyusui. Jika ibu tidak menyusui
bayinya ibu akan kembali haid dalam 4-6 minggu pascasalin. Oleh karena itu
kontasepsi harus mulai pada waktu sebelum hubungan seksual pertama pascasalin
atau 4-6 minggu (Saifuddin, Abdul Bari, 2006).
2.2.3 Macam-Macam KB Pasca
Persalinan
1.
Metode Amenorea Laktasi (MAL)
MAL adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI secara eksklusif,
artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman apa pun
lainnya. Mal dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila menyusui secara penuh dan
lebih efektif bila pemberian ≥ 8x sehari sampai 6 bulan, belum haid, umur bayi
kurang dari 6 bulan dan harus dilanjutkan dengan pemakaian metode kontrasepsi
lainnya. Cara kerja: penundaan/penekanan ovulasi.
Keuntungan kontrasepsi: Efektivitas tinggi
(keberhasilan 98% pada enam bulan pascapersalinan Segera
efektif, Tidak mengganggu senggama, Tidak ada efek samping secara
sistemik, Tidak perlu pengawasan medis, Tidak perlu obat atau alat, Tanpa
biaya. Sedangkan keuntungan non kontrasepsi: Untuk bayi (1)
Mendapat kekebalan pasif (mendapatkan antibodi perlindungan lewat ASI),
(2)Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna untuk tumbuh kembang bayi
yang optimal, (3) Terhindar dari keterpaparan terhadap kontaminasi dari air,
susu lain atau formula, atai alat minum yang dipakai. Untuk ibu:Mengurangi
pendarahan pascaapersalinan, Mengurangi risiko anemia, Meningkatkan hubungan
psikologi ibu dan bayi.Keterbatasan: Perlu persiapan sejak perawatan kehamilan
agar segera menyusui dalam 30 menit pascapersalinan, Mungkin sulit
dilaksanankan karena kondisi sosial.
Efektivitas tinggi hanya sampai kembalinya haid atau sampai dengan
6 bulan, Tidak melindungi terhadap Infeksi Menular Sexual (IMS) termasuk virus
hepatitis B/HBV dan HIV/AIDS.
Yang dapat menggunakan MAL adalah ibu yang menyusui secara
eksklusif, bayinya berumur kurang dari 6 bulan dan belum mendapat haid setelah
melahirkan.Sebaliknya yang seharusnya tidak menggunakan MAL adalah klien yang
sudah mendapat haid setelah bersalin, tidak menyusui secara eksklusif, bayinya
sudah berumur lebih dari 6 bulan, ibu yang bekerja dan terpisah dari bayi lebih
lama dari 6 jam.
2.
Kontrasepsi kombinasi (hormone
estrogen dan progesteron)
Bentuk pemberian
kontrasepsi kombinasi dapat berbentuk tablet atau drags dan berupa depo
injeksi. Kontrasepsi oral biasanya dikemas dalam satu kotak yang berisis
21 atau 22 tablet, dan sebagian kecil berisi 28 tablet. Minipil digunakan
tanpa masa istrahat yang terdiri dari 35 tablet. Sediaan depo injeksi
dapat berupa injeksi mikro kristalin (depoprovera) atau cairan minyak dari asam
lemak sterioid ester.Sediaan estrogen – gestagen dibagi menjadi kombinasi
monofasik, bertingkat, dan sekuensial bifasik.
Pil kombinasi Adalah pil
kontrasepsi yang berisi estrogen maupun progesterone. Dosis estrogen ada yang
0,05; 0,08 dan 0,1 mg pertablet. Sedangkan dosis dan jenis progesteronnya
bervariasi dari masing-masing pabrik pembuatnya.
Cara kerja : 1)Menekan sekresi gonadotropin dari hipofise secara terus – menerus, sehingga tidak terjadi ovulasi. 2) Merubah konsistensi lendir serviks menjadi tebal dan kental, sehingga penetrasi dan transportasi sperma akan terhalang, sulit, atau tidak mungkin sama sekali. 3) Merubah peristaltik tuba dan rahim, sehingga mengganggu motilitas tuba untuk ovum dan transportasi sperma. Menimbulkan perubahan pada endometrium, sehingga tidak memungkinkan terjadinya nidasi, 4) Merubah kepekaan indung telur terhadap rangsangan-rangsangan gonadotropin.
Cara kerja : 1)Menekan sekresi gonadotropin dari hipofise secara terus – menerus, sehingga tidak terjadi ovulasi. 2) Merubah konsistensi lendir serviks menjadi tebal dan kental, sehingga penetrasi dan transportasi sperma akan terhalang, sulit, atau tidak mungkin sama sekali. 3) Merubah peristaltik tuba dan rahim, sehingga mengganggu motilitas tuba untuk ovum dan transportasi sperma. Menimbulkan perubahan pada endometrium, sehingga tidak memungkinkan terjadinya nidasi, 4) Merubah kepekaan indung telur terhadap rangsangan-rangsangan gonadotropin.
Manfaat : 1) Memiliki
efektivitas yang tinggi, dapat dipercaya jika dimakan sesuai aturan pakainya,
2) Pemakai pil dapat hamil lagi, bilamana dikehendaki kesuburan kembali dengan
cepat, 3) Tidak mengganggu hubungan seksual
Resiko terhadap kesehatan sangat kecil, 4) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang, tidak terjadi nyeri haid., 5) Dapat digunakan jangka panjang selama perempuan masih ingin menggunakannya untuk mencegah kehamilan, 6) Dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause, 7) Mudah dihentikan setiap saat, 8) Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat 9.Dikatakan dapat mengurangi angka kejadian kanker ovarium.
Resiko terhadap kesehatan sangat kecil, 4) Siklus haid menjadi teratur, banyaknya darah haid berkurang, tidak terjadi nyeri haid., 5) Dapat digunakan jangka panjang selama perempuan masih ingin menggunakannya untuk mencegah kehamilan, 6) Dapat digunakan sejak usia remaja hingga menopause, 7) Mudah dihentikan setiap saat, 8) Dapat digunakan sebagai kontrasepsi darurat 9.Dikatakan dapat mengurangi angka kejadian kanker ovarium.
Kekurangan : 1) Pil harus dimakan setiap hari,
kurang cocok bagi wanita yang pelupa, 2) Mual, terutama pada 3 bulan pertama,
3) Perdarah bercak atau perdarahan sela, terutama 3 bulan pertama. 4) Pusing,
nyeri payudara, berat badan naik sedikit, 5) Tidak boleh diberikan pada
perempuan menyusui (mengurangi ASI), 6) Meningkatkan tekanan darah, retensi
cairan, sehingga resiko stroke, dan gangguan pembekuan darah pada vena dalam
sedikit meningkat, 7) Tidak mencegah IMS.
Yang dapat menggunakan pil kombinasi: Usia
reproduksi, telah memiliki anak ataupun belum memiliki anak. Gemuk atau
kurus. Setelah melahirkan dan tidak menyusui.Setelah melahirkan 6 bulan
yang tidak memberikan ASI eksklusif, sedangkan semua cara kontrasepsi yang
dianjurkan tidak cocok bagi ibu tersebut. Pasca keguguran, anemia, nyeri haid
hebat, siklus haid tidak teratur.Riwayat kehamilan ektopik, kelainan payudara
jinak, DM tanpa komplikasi, penyakit tiroid, penyakit radang panggul,Varises
vena.
Yang tidak boleh menggunakan pil kombinasi :Hamil
atau dicurigai hamil, menyusui eksklusif.Perdarahan pervaginam yang belum
diketahui. Penyakit hati akut. Perokok usia> 35 tahun. Riwayat penyakit
jantung, stroke, tekanan darah > 180/110 mmhg, riwayat gangguan pembekuan
darah atau DM > 20 tahun, kanker payudara, migraine dan gejala neurologi
fokal.Tidak dapat menggunakan pil secara teratur.
Waktu mulai menggunakan pil kombinasi: Setiap saat selagi haid,
untuk meyakinkan kalau perempuan tersebut tidak hamil. Hari pertama sampai hari
ke-7 siklus haid. Boleh menggunakan pada hari ke-8, tetapi perlu menggunakan
metode kontrasepsi yang lain mulai hari ke-8 sampai hari ke-14 atau tidak
melakukan hubungan seksual sampai paket pil tersebut habi.
Setelah melahirkan : Setelah 6 bulan pemberian ASI eksklusif
.Setelah 3 bulan dan tidak menyusui.
Pasca keguguran (segera atau dalam waktu 7 hari) .Bila berhenti
menggunakan kontrasepsi injeksi, dan ingin menggantikan dengan pil
kombinasi, pil dapat segera diberikan tanpa perlu menunggu haid.
3.
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
AKDR adalah Suatu alat untuk
mencegah kehamilan yang efektif, aman dan reversibel yang terbuat dari plaslik
atau logam kecil yang dimasukan dalam uterus melalui kanalis servikalis (WHO,
2007).AKDR merupakan suatu alat kontrasepsi yang dimasukan dalam rahim terbuat
dari bahan polyethylene dilengkapi dengan benang nylon sehingga mudah
dikeluarkan dari dalam rahim (BKKBN, 2005). AKDR adalah alat kontrasepsi yang
dimasukan ke dalam rahim yang terbuat dari plastik (polyethyline) (BKKBN, 2006).AKDR adalah alat kontrasepsi yang
dimasukan kedalam rahim yang bentuknya bermacam-macam terdiri dari plastik (polyethyline), ada yeng dililiti tembaga
(Cu), ada pula yang tidak, ada yang dililiti tembaga bercampur perak (Ag),
selain itu ada pula yang dibatangnya berisi hormon progesteron (Suratun, 2008).
Mekanisme
kerja yang pasti dari AKDR belum
diketahui. Ada beberapa mekanisme kerja
AKDR yang meliputi:
1)
Timbulnya reaksi radang
lokal yang non spesifik di dalam cavum uteri sehingga implantasi sel telur yang
telah dibuahi terganggu, 2) Produksi lokal prostaglandin yang meninggi yang
menyebabkan terhambatnya impantasi, 3) Gangguan/terlepasnya blastocyst yang telah berimplantasi di
dalam endometrium, 4) Pergerakan ovum yang bertambah cepat di dalam tuba
fallopii, 5)Immobilisasi
spermatozoa saat melewati cavum uteri, 6)AKDR juga mencegah spermatozoa
membuahi sel telur (mencegah fertilisasi) (Hartanto, 2004).
Macam-macam AKDR
Menurut (Hartanto Hanafi 2004), AKDR digolongkan menjadi 2 yaitu
Un-Medicated AKDR dan Medicated AKDR.Un-Medicated
AKDR (AKDR yang tidak
mengandung obat).
Lippes Loop diperkenalkan
pada awal 1960an, dan dianggap sebagai AKDR
standard, terbuat dari polyethylene (suatu plastik inert secara
biologik). Ada empat macam AKDR Lippes
Loop yaitu: Lippes Loop A: panjang 26,2 mm, lebar 22,2
mm, benang biru.Lippes Loop B : panjang 25,2 mm, lebar 27,4 mm benang hitam.
Lippes Loop C : panjang 27,5 mm, lebar 30,0 mm
benang kuning.Lippes Loop D : panjang 27,5 mm, lebar 30,0 mm benang putih.
Lippes Loop dapat dibiarkan in-utero untuk
selama-lamanya sampai menopause,
sepanjang tidak ada keluhan atau persoalan bagi akseptornya.
Medicated AKDR (AKDR yang
mengandung obat). Termasuk
jenis ini antara lain copper AKDR dan AKDR yang mengandung hormon. Cu
T- 200 B : Panjang 36 mm, lebar 32 mm, mengandung 200 mm² Cu, ujung bagian
bawah batang AKDR berbentuk
bola. Daya kerja : 3 tahun.
ML Cu 250 : luas permukaan kawat Cu 220 mm²,
benang ekor 2 lembar berwarna hitam atau
tidak berwarna. Daya kerja : 3 tahun. Ada tiga bentuk ML Cu
-250 : standard , short, mini.. ML
Cu 375: 375 mm² luas permukaan kawat Cu, benang ekor 2 lembar, berwarna hitam
atau tidak berwarna. Daya kerja : 5 tahun. Ada tiga bentuk ML Cu
375 : standard, short, SL. Cu T-380 A = Para Gard : Panjang
36 mm, lebar 32 mm, 314 mm² kawat Cu pada batang vertikal, 2 selubung Cu seluas
masing-masing 33 mm² pada masing-masing lengan horisontal. Daya
kerja : 8 tahun (FDA : 10 tahun).
Nova T = Novagard: Panjang 32 mm, lebar 32
mm, 200 mm² luas permukaan Cu dengan inti Ag di dalam kawat Cu- nya. Daya kerja
: 5 tahun.
AKDR
yang
mengandung hormon yaitu progestasert-T = Alza T, yang memiliki panjang 36 mm,
lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam. Progestasert-T = Alza T
mengandung 38 mg progesterone dan barium sulfat, melepaskan 65 mcg progesterone
per hari. Daya kerja : 18 bulan (Hartanto, 2004). Efektifitas AKDR.
Efektifitas tinggi walau masih terjadi 1- 3 kehamilan per 100 wanita pertahun
untuk AKDR umumnya, sedang untuk
Lippes Loop 2 kehamilan pertahun. Untuk second generation Cu AKDR < 1 kehamilan per 100 wanita
per tahun dan 1,4 kehamilan per 100 wanita setelah 6 tahun pemakaian (Hartanto,
2004). Untuk AKDR yang berlapis
tembaga sebaiknya diganti setelah kurang lebih 4 tahun dipakai, karena makin lama
efektifitasnya makin menurun (BKKBN, 2006).
Indikasi
Pemasangan AKDR: (1) Usia reproduktif, (2) Pernah
melahirkan dan mempunyai anak, serta ukuran rahim tidak kurang dari 5 cm, (3)
Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang, (4) Menyusui yang
menginginkan menggunakan kontrasepsi, (5) Setelah
mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi,(6)Resiko rendah dari IMS,
(7) Tidak menghendaki metode hormonal, (7) Tidak
ada kontraindikasi (Saifuddin, 2006). AKDR
dapat digunakan pada ibu dalam segala kemungkinan keadaan misalnya :Perokok,
Setelah keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya
infeksi, Sedang memakai antibiotik atau antikejang,
Gemuk ataupun yang kurus, Sedang menyusui
(Saifuddin, 2006). Kontraindikasi pemasangan AKDR: Kehamilan,
Penyakit inflamasi pelvic (PID/Pelvic Inflammatory Disease),
Karcinoma servik
atau uterus, Riwayat atau keberadaan penyakit katup
jantung, karena penyakit ini rentan terhadap endometritis bacterial, Keberadaan
miomata, malformasi conginental, atau anomaly perkembangan yang dapat
mempengaruhi rongga uterus.
Diketahui atau dicurigai
alergi terhadap tembaga atau penyakit Wilson (penyakit genetik diturunkan yang
mempengaruhi metabolisme tembaga sehingga mengakibatakan penumpukan tembaga di
berbagai organ dalam tubuh).Ukuran uterus dengan alat periksa (sonde) berada
diluar batas yang ditetapkan pada petunjuk terbaru tentang memasukkan AKDR, uterus harus terekam pada
kedalaman 6- 9 cm pada paragard dan mirena.Resiko tinggi penyakit menular
sexual (pasangan sexual yang berganti-ganti).Riwayat kehamilan ektopik atau
kondisi yang dapat mempermudah kehamilan ektopik, merupakan kontraindikasi
hanya pada pengguna AKDR hormonal.Servikitis atau vasginitis akut (sampai
diagnosis ditegakkan dan berhasil diobati). Peningkatan
kerentanan terhadap infeksi (seperti pada terapi kostikostiroid kronis,
diabetes, HIV/AIDS, leukimia dan penyalah gunaan obat-obatan IV.Penyakit hati
akut, meliputi hepatitis virus aktif atau tumor hati merupakan kontraindikasi hanya pada pengguna AKDR hormonal.Diketahui atau dicurigai
terkena carsinoma payudara merupakan kontra indikasi hanya pada pengguna AKDR hormonal. Trombosis vena dalam/
embolisme paru yang terjadi baru-baru ini merupakan kontra indikasi hanya pada
penggunaan AKDR hormonal.Sakit kepala migren dengan gejala neurologis fokal
merupakan kontra indikasi hanya pada penggunaan AKDR hormonal (Varney, 2004). Efek
samping dan komplikasi menurut Varney (2004) yaitu: Bercak
darah dan kram abdomen sesaat setelah pemasangan AKDR,Kram, nyeri punggung bagian
bawah, atau kedua keadaan tersebut terjadi bersamaan selama beberapa hari setelah
pemasangan AKDR, Nyeri berat yang
berlanjut akibat kram perut, Disminorhoe, terutama yang
terjadi selama 1-3 bulan pertama setelah pemasangan AKDR, Perubahan/gangguan
menstruasi (menorragia, metroragia, amenoroe, oligomenorea), Perdarahan
berat atau berkepanjangan, Anemi, Benang AKDR hilang, terlalu panjang,
terlalu pendek, AKDR tertanam
dalam endometrium atau miometrium, AKDR terlepas spontan, Kehamilan, baik AKDR
masih tertanam dalam endometrium atau setelah AKDR terlepas spontan tanpa
diketahui, Kehamilan ektopik, Aborsi sespsis spontan, Perforasi servik atau uterus, Kista ovarium hanya
pada pengguna AKDR hormonal.
Keuntungan:
AKDR yang
mengandung Cu Ekspulsi lebih
jarang, Kehilangan darah haid lebih sedikit, dapat lebih ditolerir oleh wanita
yang belum punya anak atau wanita dengan paritas rendah,Ukuran tabung inserter
lebih kecil. AKDR yang mengandung hormonal dapat mengurangi
volume darah haid (dapat sampai dibawah tingkat pra–insersi) (Hartanto, 2004).
Wanita yang menggunakan AKDR tidak
memikirkan persiapan kontrasepsi tiap hari atau
setiap bulan (Varney, 2004). Kerugian: Tidak ada alat
kontrasepsi AKDR yang memberi
perlindungan terhadap HIV atau penyakit menular sexual (Varney, 2004). AKDR yang mengandung Cu perlu diganti
setelah pemakaian beberapa tahun. AKDR yang mengandung hormonal, Jauh
lebih mahal dari pada Cu AKDR, Harus di ganti setelah 18 bulan, Sering menimbulkan
perdarahan mid-siklus dan perdarahan bercak/spotting, Insidens kehamilan
ektopik lebih tinggi (Hartanto, 2004).
Waktu yang tepat untuk pemasangan
AKDR: Setiap waktu dalam siklus haid, yang dipastikan klien
tidak hamil,
Hari
pertama sampai ke-7 siklus haid, Segera setelah melahirkan, selama 48 jam
pertama atau setelah 4 minggu setelah persalinan, setelah 6 bulan apabila
menggunakan metode amenorea laktasi (MAL), Setelah abortus/ keguguran (segera
atau dalam waktu 7 hari) apabila tidak ada gejala infeksi, Selama 1 sampai 5
hari setelah senggama yang tidak dilindungi (Saifuddin, 2006).
4.
Alat Kontrasepsi Bawah Kulit
Implan disebut alat
kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit pada lengan atas, alat
kontrasepsi ini disusupkan di bawah kulit lengan atas sebelah dalam. Bentuknya
semacam tabung-tabung kecil atau pembungkus plastik berongga dan ukurannya
sebesar batang korek api. Susuk dipasang seperti kipas dengan enam buah kapsul
atau tergantung jenis susuk yang akan dipakai. Di dalamnya berisi zat aktif
berupa hormon. Susuk tersebut akan mengeluarkan hormon sedikit demi sedikit.
Jadi, konsep kerjanya menghalangi terjadinya ovulasi dan menghalangi migrasi
sperma. Pemakaian susuk dapat diganti setiap 5 tahun, 3 tahun, dan ada juga
yang diganti setiap tahun. Penggunaan kontrasepsi ini biayanya ringan.
Pencabutan bisa dilakukan sebelum waktunya jika memang ingin hamil lagi.
Berbentuk kapsul silastik (lentur), panjangnya sedikit lebih pendek daripada
batang korek api. Jika Implant dicabut kesuburan bisa pulih dan kehamilan bisa
terjadi. Cara pencabutan Implan hampir sama dengan
pemasangannya yaitu dengan penyayatan kecil dan dilakukan oleh petugas
kesehatan yang terlatih. Sebelum pemasangan Implan sebaiknya kesehatan Ibu
diperiksa terlebih dahulu, dengan tujuan untuk mengetahui apakah Ibu bisa
memakai Implan atau tidak. Cara Kerja: Sama dengan pil namun
susuk ditanamkan di dalam kulit, biasanya di lengan atas. Implan mengandung
progesteron yang akan terlepas secara perlahan dalam tubuh. Efektifitas: Lendir serviks menjadi
kental. Menggangu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi
implantasi. Mengurangi transportasi sperma.Menekan ovulasi. 99% Sangat efektif
(kegagalan 0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan).
Indikasi Susuk KB: Pemakaian KB yang jangka waktu lama .Masih berkeinginan punya
anak lagi, tapi jarak antara kelahirannya tidak terlalu dekat. .Tidak dapat
memakai jenis KB yang lain
5.
Kontrasepsi Mantap
Kontrasepsi mantap
(kontap) adalah suatu tindakan untuk membatasi keturunan dalam jangka waktu
yang tidak terbatas; yang dilakukan terhadap salah seorang dari pasangan
suami isteri atas permintaan yang bersangkutan, secara mantap dan
sukarela. Berikut adalah macam – macam kontrasepsi mantap, yaitu:
1)
Tubektomi
Pengertian; Tubektomi adalah metode kontrasepsi
untuk perempuan yang tidak ingin anak lagi. Perlu prosedur bedah untuk
melakukan tubektomi sehingga diperlukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
tambahan lainnya untuk memastikan apakah seorang klien sesuai untuk menggunakan
metode ini (Saiffudin, AB 2011; h. MK-89).
Jenis – Jenis Tubektomi; Menurut Affandi (2011;
h. MK-91) jenis-jenis tubektomi antara lain: 1) Laparoskopi, 2)
Minilaparotomi = Mini-lap.Manfaat Kontrasepsi; Menurut Affandi
(2011; h. MK-91) manfaat kontrasepsi tubektomi sebagai berikut : 1) Sangat
efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan), 2)
Tidak mempengaruhi proses menyusui (breastfeeding), 3) Tidak bergantung pada
faktor senggama, 4) Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko
kesehatan yang serius, 5) Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi
local, 6) Tidak ada efek samping dalam jangka panjang, 7) Tidak ada perubahan
dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium).
Manfaat Nonkontrasepsi; Affandi (2011;h.MK-92) adalah berkurangnya resiko kanker ovarium.
(1)
Keterbatasan; Keterbatasan tubektomi
menurut Affandi (2011 MK-92) adalah: 1) Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini
(tidak dapat dipulihkan lagi), kecuali dengan operasi rekanalisasi, 2) Klien
dapat menyesal dikemudian hari, 3) Resiko komplikasi kecil (meningkat apabila
digunakan anestesi umum), 4) Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah
tindakan, 5) Dilakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan dokter spesialis
ginekology atau dokter spesialis bedah untuk proses laparoskopi), 6) Tidak
melindungi diri dari IMS, termasuk HBV dan HIV/AIDS.
(2)
Indikasi; Yang dapat menjalani tubektomimenurut Affandi (2011 MK-92) antara lain : 1) Usia lebih dari 26 tahun, 2) Paritas lebih dari dua, 3)
Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya, 4) Pada
kehamilannya akan menimbulkan resiko kesehatan yang serius, 5) Pasca
persalinan, 6) Pasca keguguran, 7) Paham dan secara sukarela setuju dengan
prosedur ini. Sebaiknya tubektomi
sukarela dilakukan pada wanita yang memenuhi syarat-syarat berikut : 1) Umur
termuda 25 tahun dengan 4 anak hidup, 2) Umur sekitar 30 tahun dengan 3 anak
hidup, 3) Umur sekitar 35 tahun dengan 2 anak hidup.
(3)
Kotraindikasi; Menurut Affandi (2011. MK-93) yang tidak boleh melakukan tubektomi
antara lain: 1) Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai), 2) Perdarahan
pervaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi), 3)
Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau
dikontrol), 4) Tidak boleh menjalani proses pembedahan, 5) Kurang pasti
mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan, 6) Belum memberikan
persetujuan tertulis.
(4)
Efektivitas; Menurut Affandi (2011MK-89) efektivitas tubektomi antara lain: 1) kurang dari 1
kehamilan per 100 (5 per 1000) perempuan pada tahun pertama penggunaan, 2) pada 10 tahun,
terjadi sekitar 2 kehamilan per 100 perempuan (18-19 per 1000 perempuan), 3) efektivitas
kontraseptif terkait juga teknik tubektomi (penghambatan atau oklusi tuba) tapi
secara keseluruhan, evektivitas tubektomi cukup tinggi dibandingkan kontrasepsi
lainnya. Metode dengan efektivitas tinggi adalah tubektomi minilaparatomi
pascapersalinan.
(5) Efek Samping; Menurut Affandi (2011. MK-89) efek samping jarang sekali
ditemukan efek samping, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
(6)
Waktu
Pelaksanaan; Menurut Saifuddin, AB (2003. MK-80 – MK-81) waktu
yang tepat dilakukan tubektomi adalah : 1) Setiap waktu selama siklus
menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tersebut tidak hamil, 2) Hari
ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi), 3)
Pascapersalinan, 4) Minilap: di dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau
12 minggu, 5) Laparoskopi: tidak tepat untuk klien-klien pasca persalinan, 6)
Pasca keguguran, 7) Triwulan pertama : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada
bukti infeksi pelvik (minilap atau laparoskopi), 8) Triwulan kedua : dalam
waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik (minilap).
2)
Vasektomi
(1)
Pengertian; Vasektomi adalah prosedur
bedah minor, yang melibatkan insisi, mencari lokasi dan mengeksisi vas
deferens, mencegah sperma dari epididimis mencapai vesikel seminalis. Sperma
kemudian tidak dapat diejakulasikan dan pria tidak subur, setelah vas deferens
bersih dari sperma, yang memerlukan wakru sekitar 3 bulan (Medforth. 544). Vasektomi adalah metode kontrasepsi untuk lelaki yang tidak
ingin anak lagi. Perlu prosedur bedah untuk melakukan vasektomi sehingga
diperlukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaaan tambahan lainnya untuk memastikan
apakah seorang klien sesuai untuk menggunakan metode ini (Affandi, 2011).
(2)
Jenis - Jenis Vasektomi; Menurut Affandi (2011) macam- macam vasektomi ada 2 yaitu :
Vasektomi standar dan Vasektomi Tanpa Pisau (VTP).
Keuntungan; Keuntungan
memakai vasektomi menurut Glasier (2006;h. 308) antara lain: 1) prosedurnya
lebih sederhana, 2) tidak dapat dilakukan dengan anestesia lokal sebagai
prosedur rawat jalan, 3) Tidak memerlukan peralatan canggih dan jauh lebih
murah pengerjaannya, 4) Mortalitas dan morbiditas operasi yang signifikan, 5)
Efektivitasnya dapat diuji.
Kerugian; Kerugian yang
ditimbulkan dari kontrasepsi vasektomi adalah : 1) Diperlukan suatu tindakan
operatif, 2) Kadang-kadang menyebabkan komplikasi seperti perdarahan atau
infeksi, 3) Kontap pria belum memberikan perlindungan total sampai semua
spermatozoa, yang sudah ada di dalam sistem reproduksi distal dari tempat
oklusi vas deferens, dikeluarkan, 4) Problem psikologis yang berhubungan dengan
perilaku seksual mungkin bertambah parah setelah tindakan operatif yang
menyangkut sistem reproduksi pria.
Indikasi; Vasektomi
merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas di mana fungsi reproduksi
merupakkan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta
melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga.
Kontraindikasi; Yang
tidak boleh menggunakan kontrasepsi vasektomi adalah: 1) Infeksi kulit lokal,
misal Scabies, 2) Infeksi traktus genitalia, 3) Kelainan skrotum dan sekitarnya: (1) Varicocele, (2) Hydrocele besar, (3)
Filariasis, (4) Hernia inguinalis, (5) Orchiopexy, (6) Luka parut bekas operasi
hernia, (7) Scrotum yang sangat tebal, 4) Penyakit sistemik, yaitu: (1)
Penyakit-penyakit perdarahan, (2) Diabetes mellitus, (3) Penyakit jantung
koroner yang baru, 5) Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual yang tidak
stabil.
Efektivitas; 1) setelah masa pengosongansperma dari vesikula seminalis
(20 kali ejakulasi menggunakan kondom) maka kehamilan hanya terjadi pada 1 per
100 perempuan pada tahun pertama penggunaan, 2) pada mereka yang tidak dapat memastikan (analisis
sperma) masih adanya sperma pada ejakulasi atau tidak patuh menggunakan kondom
hingga 20 kali ejakulasi maka kehamilan terjadi pada 2-3 per 100 perempuan pada
tahun pertama penggunaan, 3) selama 3 tahun penggunaan, terjadi sekitar 4 kehamilan
per 100 perempuan, 4) bila terjadi kehamilan pasacavasektomi, kemungkinanya
adalah penggunaan
tidak menggunakan metode tambahan saat senggama dalam 3 bulan pertama
pascavasektomi, oklusi vas deferens tidak tepat dan rekanalisasi spontan
(Affandi, 2011).
Efek samping; Efek
samping yang ditimbulkan kontrasepsi vasektomiadalah: 1) Infeksi, 2) Granula
sperma, 3) Hematoma.
2.2.4
Faktor yang mempengaruhi Pemilihan Metode Kontrasepsi
1)
Status sosial Ekonomi Menurut Soekanto (2005), menyatakan bahwa
sosial budaya merupakan keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus
dibiasakan melalui cara belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan
karyanya.
2)
Persepsi adalah pengalamaan tentang objek, peristiwa,
hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi yang ditafsirkan
pesan (Jalaludin, R.2005).
3)
Motivasi Menurut c (2007) mtivasi
merupakan suatu dorongan dalam diri sesorang yang menyebabkan orang tersebut
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu dalam bentuk perilaku untuk mencapai suatu
tujuan.
4)
Paritas merupakan salah satu alasan mengapa sesorang memakai alat
kontrasepsi (BKKBN, 2008).
5)
Pendidikan menurut Soekidjo Notoadmodjo (2008), semakin tinggi
pendidikan suatu masyarakat, semakin tinggi pula harapan mereka dalam
memperoleh informasi.
6)
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Menurut Soekidjo Notoadmodjo (2008),
ada atau tidak adanya fasilitas kesehatan akan mempengaruhi sseorang untuk
bertindak dan berperilaku untuk berperilaku sehat, sarana dan prasarana yang mendukung, sejauh ini
berbagai faktor yang mempengaruhi kelangsungan suatu program masih berjalan
salah satunya dalah fasilitas.
7)
Pengetahuan Pengetahuan berasal dari hasil tahu dan ini trjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Soekidjo Notoadmodjo. 2003).
8)
Konseling Kesehatan menurut Saifuddin, AB (2009), konseling
merupakan aspek yang sangat penting dalam pelayanan keluarga berencana. Dengan
melakukan konseling berarti petugas membantu klien dalam memilih dan memutuskan
jenis kotrasepsi sesuai dengan pilihannya.
9)
Peran suami menurut Friedman (2007), peran menunjukkan beberapa
perilaku yang kurang lebih bersifat homogeny, didefinisikan dan diharapkan
secara normative dan seseorang dalam situasi tertentu.Peran suami dalam
memantapkan dan melaksanakan program KB sangat penting, karena peran suami
merupakan tolak ukur berhasil tidaknya itu sendiri, karena program KB bertujuan
untuk keluarga, maka keluargalah yang mempunyai potensi kuat dalam berlangsungnya
program.
2.3 Konsep Dasar Masa Nifas
2.3.1
Pengertian
)
adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai hingga alat-alat
kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu
(Bahiyatun, 2009). Masa nifas (puerperium Menurut Sarwono Prawirohardjo (2005),
masa nifas mulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6
minggu, akan tetapi alat genetalia baru pulih kembali seperti sebelum ada
kehamilan dalam waktu 3 bulan. Sedangkan masa puerperium normal adalah waktu yang
diperlukan agar organ genetalia interna ibu kembali menjadi normal secara
anatomis dan fungsional, yaitu sekitar 6 minggu (IGB, Manuaba 2007).
Berdasarkan
beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa masa nifas adalah masa atau
waktu sejak bayu dilahirkan dan placenta keluar lepas dari rahim, samapai enam
minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali alat-alat kandungan secara
anatomis dan fungsional.
2.3.2
Tahap
Pada Masa Nifas
Menurut
Bahiyatun dalam bukunya Asuhan Kebidanan Nifas Normal (2009) menjelaskan tiga
periode tahapan pada masa nifas, yakni sebagai berikut:
1)
Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu
telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2)
Puerperium intermediat yaitu kepulihan
menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3)
Puerperium lanjut (Remote Puerperium)
yaitu waktu yang diperluakn untuk pulih dan sehat sempurna, terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat
sempurna mungkin beberapa minggu, bulan atau tahun.
2.3.3
Tujuan
Asuhan Masa Nifas
Menurut
Bahiyatun (2009), tujuan dari perawatan masa nifas adalah:
1)
Memulihkan kesehatan umum penderita
(1) Menyediakan
makanan sesuai kebutuhan
(2) Mengatasi
anemia
(3) Mencegah
infeksi dengan memperhatikan kebersihan dan sterilisasi
(4) Mengembalikan
kesehatan umum dengan pergerakan otot untuk memperlancar peredaran darah.
2)
Mempertahankan kesehatan psikologis
3)
Mencegah infeksi dan komplikasi
4)
Memperlancar pembentukan Air Susu Ibu
(ASI)
5)
Mengajarkan ibu untuk melaksanankan
perawatan mandiri smapai masa nifas selesai dan memelihara bayi dengan baik,
sehingga bayi dapat mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal.
2.3.4
Perubahan
Pada Masa Nifas
Menurut
Bobak, (2005), perubahan yang terjadi selama masa nifas antara lain :
1)
Suhu tubuh selama 24 jam pertama suhu
tubuh ibu dapat meningkat 38º C sebagai akibat efek dehidrasi persalinan dan setelah 24 jam wanita harus tidak demam.
2)
Denyut nadi dan volume sekuncup serta
curah jantung tetapi tinggi selama jam pertama setelah bayi lahir. Kemudian
mulai menurun dengan frekwensi yang tidak diketahui. Pada minggu ke-8 samapai
ke-10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekwensi sebelum hamil. Nadi berkisar antara
60-80 kali per menit dan segera setelah partus terjadi bradikardi.
3)
Tekanan darah sedikit menetap atau
berubah. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan
ingin pingsan segera setelah berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama. Hal
ini merupakan pembengkakan limpa yang terjadi setelah wanita melahirkan. Penurunan
segera setelah persalinan sering terjadi akibat kehilangan darah yang
berlebihan. Pada umumnya beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi post
partum, tetapi akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat
penyakit yang menyertainya dalam ±2 bulan tanpa pengobatan.
4)
Pernafasan berada pada batas normal,
teratur, cukup dalam, dengan frekwensi ±18 kali per menit. Apabila pernafasan
tidak teratur, dangkal, berbunyi, frekwensi rendah atau tinggi menunjukkan
keadaan jantung dan paru-paru tidak normal.
5)
Perubahan pada sistem pencernaan yaitu
setelah kelahiran placenta terjadi pula penurunan produksi progesteron, sehingga
yang menyebabkan nyeri ulu hati dan konstipasi, terutama beberapa hari pertama.
Hal ini terjadi karena Iinaktivitas motilitas Iusus akibat kurangnya
keseimbangan cairan selama persalinan.
6)
Perubahan sisitem perkemihan dapat terjadi
diuresis setelah 2-3 hari post partum, hal tersebut terjadi karena saluran
urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali normal setelah 4 minggu
post partum.
7)
Perubahan sistem endkrin yairu saat
placenta terlepas dari dinding uterus, kadar HCG dan HPL secara umum berangsur
turun dan normal kembali setelah 7 hari post partum.
8)
Perubahan sistem hematologi yaitu pada 2-3
hari post partum konsentrasi hematokrit menurun sekitar 2% atau lebih. Total
kehilangan darah pada saat persalinan dan nifas ±700-1500 ml (200 ml hilang
pada saat persalinan, 500-800 ml hilang pada minggu pertama post partum dan 500
ml hilang pada masa nifas)
Menurut
Sarwono Prawirohardjo (2005) involusi
adalah perubahan alat-alat genetalis baik
interna maupun eksterna yang akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Involusi alat
kandungan meliputi :
1)
Uterus secara berangsur-angsur menjadi
kecil atau involusi sehingga akhirnya
kembali seperti sebelum hamil.
Tabel 2.1 Tinggi
Fundus Uteri dan Berat Uterus menurut Masa Involusi
|
Involusi
|
Tinggi Fundus Uteri
|
Berat Uteri
|
|
Bayi lahir
Uri lahir
1 minggu
2 minggu
6 minggu
8 minggu
|
Setinggi pusat
2 jari bawah pusat
Pertengahan simpisis pusat
Tidak teraba di atas simpisis
Bertambah kecil
Sebesar normal
|
1000 gram
750 gram
500 gram
350 gram
50 gram
30 Gram
|
2)
Kontraksi selama 1 sampai 2 jam pertama pasca
partum
3)
After Pain, setelah partus akibat
kontraksi uterus kadang-kadang sangat mengganggu selama 2-3 hari post partum.
Perasaanmules ini lebih terasa bila wanita tersebut sedang menyusui. Perasaan
sakit itupun timbul bila masih terdapat sisa-sisa placenta ketuban, sisa-sisa placenta,
atau gumpalan darah di dalam cavum uteri .
4)
Tempat placenta, segera setelah plasenta
dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskuler dan trombosit menurunkan tempat
plasenta ke suatu area yang meningkat dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium
keatas menyebabkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan
jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuhan luka. Proses penyembuhan
yang unik ini memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan
memungkinkan implantasi dan plasentasi untuk kehamilan dimasa yang akan datang regenerasi
endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa nifas, kecuali pada bekas
tempat placenta. Regenerasi pada tempat ini biasanya tidak sesuai enam minggu
setelah melahirkan.
5)
Servik bentuknya agak menganga seperti
corong segera setelah nifas. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat
mengadakan kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah
pada pembatasan antara korpus dan servik uteri terbentuk semacam cincin. Warna servik
merah kehitaman karena pembuluh darah. Konsistensinya lunak dan segera setelah
jalan lahir tangan pemeriksa masih bisa dimasukan kedalam kavum uteri. Setelah
2 jam hanya dapat memasukkan 2-3 jari dan setelah 1 minggu hanya dapat
dimasukkan 1 jari.
6)
Endometrium, perubahan-perubahan yang
terdapat pada endometrium adalah tibul trombosis, degenerasi dan nekrosis
ditempat implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira
tebalnya 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan
selaput janin. Setelah 3 hari permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya
sel-sel dari bagian yang mengalami degenerasi (Sarwono Prawirohardjo, 2005).
7)
Ligamen-legamen dan diafragma pelvis serta
fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus. Setelah jalan lahir,
berangsur-angsur mengecil kembali seperti sedia kala. Setelah melahirkan oleh
karena ligament, fasia, jaringan penunjang alat genetalia menjadi kendor, untuk
memulihkannya pada 2 hari nifas dianjurkan untuk latihan (Sarwono
Prawirohardjo, 2005).
8)
Luka-luka jalan lahir, seperti bekas episiotomi
yang telah dijahit, luka pada vagina dan servik, umumnya bila tidak seberapa
luas akan sembuh pervaginam (Sarwono Prawirohardjo, 2005).
9)
Lokhea adalah cairan secret yang berasal
dari cavum uteri dan vagina dalam masa nifas.
Macam-macam
lokhea:
(1) Lokhea rubra (Cruenta)
: berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, verniks
kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari post partum
(2) Lokhea sanguinolenta
: berwarna kuning berisi darah dan lendir, hari ke3-7 post partum
(3) Lokhea serosa
: berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14 post partum
(4) Lokhea alba
: cairan putih, setelah 2 minggu
(5) Lokhea purulen
: lokhea tidak lancar keluarnya
2.3.5
Perawatan
Pada Masa Nifas
Menurut
Bahiyatun (2009), perawatan pada masa nifas meliputi:
1)
Mobilisasi,
karena lelah sehabis bersalin ibu harus istirahat tidur terlentang selama 8 jam
pasca persalinan. Kemudian ibu boleh miring ke kanan dan ke kiri untuk mencegah
terjadinya trobosis dan tromboemboli. Pada hari kedua
diperbolehkan duduk, hari ketiga jalan-jalan, dan hari keempat atau lima
diperbolehkan pulang. Mobilasasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada
kontraindikasi.
2)
Nutrisi
dan Cairan, ibu nifas memerlukan diet untuk
mempertahankan tubuh terhadap infeksi, mencegah konstipasi dan memulai proses
pemberian ASI eksklusif. Diet dalam masa nifas harus bergizi, bervariasi dan
seimbang. Diet sebaiknya mengandung tinggi kalori. Asupan kalori per hari
ditingkatkan sampai 2700 kalori. Asupan cairan per hari ditingkatkan sampai
3000 ml (susu 1000 ml).
3)
Miksi
hendaknya dapat dilakukan sendiri secepatnya. Kadang-kadang wanita mengalami
sulit kencing, karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh
iritasi muskulus sphincter ani selama persalinan. Bila kandung kemih penuh dan
sulit kencing, sebaiknya dilakukan kateterisasi.
4)
Defekasi
harus dulakukan 3-4 hari hari psca persalinan. Bila masih sulit buang air besar
dan terjadi obstipasi apalagi berak keras dapat diberikan obat laksans per oral
atau per rectal. Jika masih belum bisa dilakaukan klisma.
5)
Perawatan
payudara telah dimulai sejak wanita hamil supaya puting susu
lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui.
6)
Laktasidimulai
pada semua wanita dengan perubahan hormon saat melahirkan. Apabila wanita
memilih menyusui atau tidak, ia dapat mengalami kongesti payudara selama beberapa hari pertama pasca partum karena
tubuhnya mempersiapakan untuk memberikan nutrisi kepada bayi. Wanita yang
menyusui berespon terhadap menstimulasi bayi yang disusui akan terus melepaskan
hormon dan stimulasi alveoli yang
memproduksi susu.
2.4 Kerangka Konseptual
Kerangka
konseptual adalah kerangka hubungan antara konsep-konsep yang ingin diamati/diukur
melalui penelitian-penelitian yang akan dilakukan (Notoatmodjo S, 2005:69).
Kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
![]() |
: tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka Kerja
Hubungan Peran Suami Dengan Penggunaan KB Pasca Salin Pada Ibu Menyusui Di Desa
Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
Dari gambar
2.2 diatas dapat dijelaskan bahwa penggunaan alat kontrasepsi dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu status ekonomi, persepsi, motivasi, peran suami dan faktor yang mempengaruhi peran adalah
kelas sosial dan keluarga.
2.5 Hipotesa
Hipotesa
adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian
(Nursalam, 2008:57).
|
Hipotesa alternative (H1)
menyatakan ada hubungan antara variable yang satu dengan yang lain.
Dalam
penelitian ini sebagai jawaban sementara dari masalah yang diajukan dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Hipotesa alternatife (H1): Ada
hubungan antara peran keluarga (suami) dengan penggunaan kontrasepsi
pascasalin.
BAB 3
METODE PENELITIAN
Pada
bab ini akan disajikan mengenai metode penelitian yang terdiri dari: 1) Desain Penelitian, 2) Waktu dan Tempat Penelitian,
3) Kerangka kerja, 4) Identifikasi Variabel, 5) Definisi Operasional, 6) Populasi, Sampel dan Sampling, 7) Pengumpulan Data
dan Analisa Data, 8) Etika Dalam Penelitian.
3.1 Desain
Penelitian
Desain
penelitian merupakan suatu strategi penelitian dalam mengidentifikasi
permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan data dan mengidentifikasi
struktur dimana penelitian dilaksanakan (Nursalam, 2008).
Berdasarkan tujuan penelitian, desain yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah desain studi korelasi yang bertujuan
untuk mengungkapkan hubungan korelasi antar variabel yang diteliti, yaitu
mengungkapkan adanya hubungan peran suami dengan penggunaan KB pasca salin pada
ibu menyusui di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian cross
sectional yang merupakan jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran
atau observasi data variabel independen dan variabel dependen hanya satu kali,
pada satu saat.
3.2 Waktu dan
Tempat Penelitian
Penelitian
ini dilakukan pada bulan Juni sampai Juli 2016. Tempat penelitian dilakukan di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
3.3 Kerangka
Kerja
Kerangka
kerja adalah pentahapan (langkah-langkah dalam aktifitas ilmiah), mulai dari
penetapan populasi,sampel dan seterusnya, yaitu kegiatan sejak awal penelitian
akan dilaksanakan (Nursalam, 2008).
Kerangka
kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
|
![]() |
|||||
|
|||||
|
|||||
Gambar 3.1 Kerangka Kerja Penelitian Hubungan Peran Suami Dengan Waktu Penggunaan KB
Pasca Salin Pada Ibu Menyusui Di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
3.4 Identifikasi
Variabel
3.4.1 Pengertian
Variabel
Variabel
adalah perilaku atau karakteristik yang memeberikan nilai beda terhadap sesuatu
(benda, manusia, dan lain-lain) atau ciri-ciri yang dimiliki oleh anggota suatu
kelompok (orang, benda, situasi) berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok
tersebut (Nursalam, 2008).
3.4.2
Variabel dalam penelitian ini:
1)
Variabel
Independen (Bebas)
Variabel
Independen adalah faktor yang menjadi penyebab atau yang mempengaruhi (Soekidjo
Notoatmodjo, 2010). Variabel dalam
penelitian ini adalah Peran Suami.
2)
Variabel
Dependen (Tergantung)
Variabel
Dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas atau variabel
independen (Soekidjo Notoatmodjo, 2010).Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah penggunaan KB pascasalin.
3.5 Definisi
Operasional Variabel
3.5.1
Pengertian
Definisi
operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati dari sesuatu
yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati inilah yang
merupakan kata kunci definisi operasional (Nursalam, 2008).
Table 3.1 Definisi Operasional Hubungan Peran Suami Dengan Waktu Penggunaan KB Pascasalin Pada Ibu Nifas Di Desa Kolong Ngasem Bojonegoro
Tahun 2016.
|
Variabel
|
Definisi
Operasional
|
Indikator
|
Alat Ukur
|
Skala
|
Skor
|
|
Independen
Peran suami
|
Keterlibatan suami dalam memutuskan alat
kontrasepsi yang akan dipakai oleh istri
|
Peran suami:
Motivator (Soal 1,2,4)
Edukator (Soal 3,5,6)
Fasilitator (Soal 7-10)
|
Kuisioner
Tertutup
|
Ordinal
|
Iya: 1
Tidak: 0
a.Baik 76-100% (kode 1 untuk skor ≥23)
b.Cukup 56-75%
(kode 2 untuk skor 17-22)
c.Kurang ≤55% (kode 3 untuk skor ≤ 16)
|
|
Variabel Dependen penggunaan KB Pascasalin
|
Penggunaan kontrasepsi
pascasalin merupakan pemakaian kontasepsi dalam waktu 6 minggu pertama pasca
salin
|
Waktu penggunaan kontrasepsi pascasalin:
4-6 minggu pascasalin
|
Kuisioner
Tertutup
|
Nominal
|
Kode : 2 Tepat waktu: 4-6 minggu
Kode; 1 Tidak tepat waktu > 6 minggu
|
3.6 Populasi,
Sampel dan Sampling
3.6.1
Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau
objek yang akan diteliti (Soekidjo Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam
penelitian ini adalah ibu menyusui 6 minggu- 3 minggu pascasalin. Besar Populasinya diperkirakan 30 orang.
3.6.2
Sampling
Sampling adalah adalah proses menyeleksi porsi
dari populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan
cara-cara ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang
benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2008).
Sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Pemilihan sampel dengan
cara ini merupakan jenis probabilitas yang paling sederhana .
1)
Kriteria Sampel
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah
kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian
ini dari suatu populasi target yang
terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2008). Kriteria
inklusi pada penelitian ini adalah:
(1) Ibu menyusui 6 minggu-3 bulan pascasalin yang ada di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
(2) Ibu menyusui 6 minggu-3 bulan pascasalin yang bersedia untuk diteliti dengan
menandatangani surat persetujun penelitian.
Kriteria Eksklusi pada
penelitian ini adalah :
(1) Ibu menyusui 6 minggu-3 bulan
pasca salin yang hipertensi di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten
Bojonegoro
(2) Ibu menyusui 6 minggu-3 bulan
pasca salin yang perokok.
(3) Ibu menyusui 6 minggu-3 bulan
yang mempunyai varises atau kelainan kardiovaskuler.
(4) Ibu menyusui 6 minggu-3 bulan
yang mengalami perdarahan abnormal dari uterus yang tidak diketahui
penyebabnya.
3.6.3
Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek
(populasi) yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo
Notoatmodjo, 2010).
1)
Besar Sampel
Besar sampel adalah banyaknya
anggota yang akan dijadikan sampel (Soekidjo Notoatmodjo, 2010). Dengan
menggunakan perhitingan sampel menurut Zainudin M (Nursalam, 2008) yaitu :
n = 

keterangan
:
n :
perkiraan jumlah sampel
N :
perkiraan besar populasi
Z :
nilai standar normal
0,05 (1,96)
d :
tingkat kesalahan yang dipilih
Diketahui
:
N : 30
Z : 0,02
P : 0,5
q : 0,5
n = 

n = 
n = 
n = 
n = 29,68
n= 30 responden
3.7 Pengumpulan
dan Analisa Data
3.7.1
Pengumpulan Data
Pengumpulan
data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan
karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008:
116).
Pengumpulan
penelitian ini dilakukan setelah mendapat rekomendasi dari Ketua Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Lamongan, kemudian meminta ijin Kepala Desa Kolong Kecamatan Ngasem
Kabupaten Bojonegoro. Setelah mendapat ijin dari pihak terkait kemudian
peneliti melakukan pengumpulan data terhadap responden yang memenuhi kriteria
inklusi di Polindes Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro pada saat
Posyandu.
3.7.2
Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data
Instrument
penelitian adalah alat bantu atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam
melakukan penelitian (Purnomo W, 2004). Dalam penelitian ini untuk variabel
peran suami menggunakan ceklist, yang merupakan daftar yang berisi pertanyaan
yang akan diamati dan responden memberikan jawaban dengan checklist (√) sesuai
dengan hasil yang diinginkan. Dengan jumlah 10 pertanyaan, 5 pernyataan
positif, 5 pernyataan negative. Sedangkan untuk variabel peran
suami menggunakan kuesioner tertutup jenis multiple
choice yaitu pertanyaan yang menyediakan beberapa jawaban
alternatif dan responden hanya melilih salah satu diantaranya yang sesuai
dengan pendapatnya.
3.7.3
Analisa Data
Data yang terkumpul dari kuesioner yang telah diisi
kemudian diolah sebagai berikut:
1)
Editing
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi
kesalahan-kesalahan data yang telah dikumpulkan. Juga memonitoring jangan sampai
terjadi kekosongan data yang dibutuhkan.
2)
Coding
Setelah semua kuesioner diedit atau disunting,
selanjutnya dilakukan peng”kodean” atau coding,
yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan (Soekidjo,
Notoatmodjo, 2010). Untuk variabel Peran Suami
kurang kode 1, peran suami cukup kode 2, peran suami baik diberi kode 3 dan
untuk penggunaa alat kontrasepsi, dimana ibu
menyusui , sedangkan
bila responden kurang tepat kode 1 tepat kode 2.
3)
Scoring
Scoring adalah memberikan skor pada masing-masing
petanyaan. Jawaban responden akan diberikan skor menurut variabel yang
diukur yaitu untuk variable independen
peran suami sebagai berikut : baik kode 3 dengan skor ≥ 17-22, cukup kode 2
dengan skor 17-22, dan kurang kode 1 dengan skor ≤ 16. Sedangkan pemberian kode
untuk variable independen penggunaan
kontrasepsi pasca salin dimana bila ibu menyusui menggunakan kontrasepsi diberi
skor 2 jika sesuai kodenya 1, sedangkan bila ibu menyusui tidak tepat menggunkan kontrasepsi diberi
skor 1 jika tidak sesuai kodenya 0.
4)
Tabulating
Dari pengolahan data yang akan dilakukan kemudian
dimasukkan dalam tabel distribusi yang dikonfirmasikan dalam bentuk prosentase
dan narasi kemudian dilakukan tabulasi silang untuk menghubungkan antara
variabel independent dan variabel dependen.
Setelah data terkumpul melalui kuesioner kemudian
diprosentasikan dengan menggunakan rumus (Arikunto, 2003 : 247).
Keterangan :
N : Nilai yang didapat
Sp : Jumlah skor yang didapat
Sm : Jumlah skor maksimal
Setelah prosentasenya diketahui
hasilnya dikelompokkan pada kriteria (Nursalam, 2003 : 124) : Peran suami baik
jika menjawab benar 7-10 (76-100%), Peran suami cukup jika menjawab benar 5-6
(56-75%), Peran suami kurang jika menjawab benar kurang dari 5 (<56%).
Hasil prosentase tersebut dapat
diintrepretasikan dengan menggunakan kriteria kualitatif sebagai berikut : (1) 90-100% = mayoritas,
(2) 70%-89% = sebagian
besar, (3) 51%-69% = lebih
dari sebagian, (4) 50% = sebagian (5) < 50% = kurang
dari sebagian (Nursalam,
2003 : 113).
Mengingat penelitian ini bertujuan
untuk menganalisa hubungan 2 variabel yaitu: Peran Suami dan Penggunaan KB, dimana variabel Peran menggunakan skala nominal, dan variabel penggunaan KB menggunakan skala ordinal maka untuk menguji
hubungan dua variabel tersebut, uji statistik yang digunakan adalah uji
koofisien kontingens. Adapun rumus uji tersebut adalah sebagai berikut:
dengan nilai
Keterangan
x2 =
chi kuadrat
f0 =
frekuensi yang diobservasi
fh =
frekuensi yang diharapkan
C = Koefisien
Kontingensi
N = Jumlah
responden
Data yang terkumpul kemudian dianalisa
dengan menggunakan bantuan piranti lunak Statistical
Product and Service Solution atau SPSS 16,0 dengan kemaknaan ɑ = 0,05
artinya bila nilai P ≤ 0,05 maka H1 diterima artinya terdapat
hubungan antara peran suami penggunaan KB pasca salin
di Kolong
Ngasem Kabupaten Bojonegoro. Begitu sebaliknya bila P
> 0,05 maka H1 ditolak
berarti tidak terdapat hubungan peran suami
dengan penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong, Kecamatan Ngasem,
Kabupaten Bojonegoro.
3.8 Etika
Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan
permohonan ijin kepada pihak terkait untuk mendapatkan persetujuan. Setelah
mendapat persetujuan kegiatan pengumpulan data bisa dilaksanakan dengan
menekankan pada masalah etik antara lain:
1)
Informed consent menjadi
responden. Kepada para ibu menyusui 6 minggu-3 minggu pascasalin yang memenuhi kriteria inklusi diberikan
lembar pernytaan peneliti untuk bersedia menjadi responden penelitian, disertai
judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti
tidak memaksa dan tetap menghormati hak-hak subjek.
2)
Anonimity
(tanpa nama): untuk kerahasiaan, peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberi kode tertentu.
3)
Confidentialy: kerahsiaan informasi yang telah dikumpulkan dari responden dijamin
oleh peneliti. Data hanya akan disajikan kepada kelompok tertentu yang
berhubungan dengan penelitian ini.
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan
disajikan tentang hasil penelitian dan pembahasan sesuai dengan tujuan dari
penelitian. ”Hubungan Peran Suami Dengan Penggunaan KB Pasca Salin di Desa
Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro”. Pada penyajian data dimulai dari
hasil penelitian beberapa data umum dan data khusus. Data umum yang disajikan
mengenai gambaran umum daerah penelitian. Karakteristik responden yang meliputi
umur, pekerjaan, pendidikan, jumlah anak dan penghasilan. Sedangkan data khusus
yang disajikan berupa distribusi peran suami dengan waktu penggunaan KB pasca
salin pada ibu menyusui, kemudian dilakukan tabulasi silang antara peran suami
dengan penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui.
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Data Umum
1.
Gambaran Lokasi Penelitian
1)
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan
di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro yang memiliki luas wilayah
± 287.340 Ha. Adapun untuk batas wilayahnya adalah sebagai berikut Sebelah Utara
Desa Ngadiluwih, Sebelah, Selatan Desa Trenggulunan, Sebelah Timur Desa Butoh
dan Desa Sendangharjo dan Sebelah Barat Desa Mediunan.
2)
Data Demografi
Jumlah
penduduk di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro adalah laki–laki
1.685 jiwa, Perempuan 1.750 jiwa, jumlah penduduk 3.390 jiwa.Yang bekerja
sebagai Tani 1.880 jiwa,Swasta 114 jiwa, PNS/ABRI 25 jiwa, Pedagang 215 jiwa, Lain-lain 495 jiwa.Yang
berpendidikan SD 1.112 jiwa,SMP 768 jiwa, SMA 453 jiwa, Perguruan Tinggi 43
jiwa,Tidak/Belum Sekolah 43 jiwa.Sarana pendidikan yang ada di Desa Kolong
Ngasem Bojonegoro TK 1 unit, SD 2 unit.Sarana pelayanan kesehatan yang ada di
Desa Kolong Ngasem Bojonegoro Poskesdes 1 unit, Posyandu 2 unit.Tenaga
Kesehatan yang ada di desa Kolong Bidan Desa 1 orang, Perawat 4 orang, Kader Kesehatan 10 orang. Sarana Peribadatan
yanga ada di Desa Kolong Masjid 3 unit, Musholla 18 unit, Gereja 1 unit.
2.
Karakteristik Responden
1)
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Hasil
penelitian diperoleh distribusi umur responden sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Responden
Menurut Umur di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
No
|
Umur
|
Frekuensi
|
Prosentase (%)
|
|
1
2
3
4
|
Kurang dari 20 tahun
20-30 tahun
ahun
Lebih dari 35 tahun
|
5
7
10
8
|
16,7
23,3
33,3
26,7
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan
tabel 4.1 dapat dijelaskan bahwa dari 30
responden kurang dari sebagian berumur 31-35tahun yaitu sebanyak 10
orang (33%).
2)
Karakteristik Responden Berdasarkan
Pendidikan
Distribusi
responden berdasarkan pendidikan disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 4.2 Distribusi Pendidikan Istri di Desa Kolong Kecamatan Ngasem
Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
No
|
Pendidikan
Istri
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
|
1
2
3
4
5
|
Tidak
Sekolah
SD
SMP
SMA
PT
|
0
3
15
7
5
|
0
10
50
23,3
16,7
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan
tabel 4.2 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden sebagian berpendidikan SMP sebanyak 15 orang
(50%).
Tabel 4.3 Distribusipendidikan Suami Responden di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
No
|
Pendidikan
Suami
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
|
1
2
3
4
5
|
Tidak
Sekolah
SD
SMP
SMA
PT
|
0
3
8
13
6
|
0
10
27
43
20
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan
tabel 4.3 di atas dapat dijelaskan bahwa dari 30 suami kurang dari sebagian
berpendidikan SMP sebanyak 13 orang (43%).
3)
Karakteristik Responden Berdasarkan
Pekerjaan
Distribusi
responden berdasarkan pekerjaan
disajikan dalam tabel ini :
Tabel 4.4 Distribusi Responden Menurut Pekerjaan di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
No
|
Jenis
Pekerjaan Istri
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
|
1
2
3
4
5
6
|
Tidak
Bekerja
Buruh
Petani
Wiraswasta
Swasta
PNS/TNI/POLRI
|
8
4
6
5
3
4
|
26,7
13,3
20
16,7
10
13,3
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan
tabel 4.4 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden kurangdari sebagian tidak
bekerja yaitu sebanyak 8 orang (26,7%).
Tabel 4.5 Distribusi Pekerjaan
suami responden di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
No
|
PekerjaanSuami
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
|
1
2
3
4
5
6
|
Tidak
Bekerja
Buruh
Petani
Wiraswasta
Swasta
PNS/TNI/POLRI
|
0
7
3
9
6
5
|
0
23,3
10
30
20
16,7
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan
tabel 4.5 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden kurang dari sebagian suami
responden bekerja sebagai buruhyaitu sebanyak 7 orang (23,3%).
4)
Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah
Anak
Distribusi
responden berdasarkan jumlah anak disajikan dalam tabel ini :
Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2010
|
No
|
Jumlah
Anak
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
|
1
2
3
|
1
Orang
2
Orang
3
Orang atau lebih
|
8
19
3
|
26,7
63,3
10,0
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan
tabel 4.6 dapat dijelaskan bahwa dari
responden lebih dari sebagian responden sebagian mempunyai anak sebanyak
2 orang yaitu sebanyak 19 orang (63,3%).
5)
Karakteristik Responden Berdasarkan
Penghasilan
Distribusi
responden berdasarkan penghasilan disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Responden Menurut Penghasilan Istri di Desa Kolong
Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
|
No
|
Penghasilan
Istri
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
|
1
2
3
4
|
Di
bawah 1 juta
Antara
1-2 juta
2
juta lebih
Tidak
berpenghasilan
|
11
8
4
7
|
36,7
26,7
13,3
23,3
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan
tabel 4.7 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden kurang dari sebagian
berpenghasilan dibawah 1 juta yaitu sebanyak 11 orang (36,7%).
4.1.2 Data Khusus
Data
khusus dalam penelitian ini meliputi data sesuai objek penelitian yaitu peran
suami dengan penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui.
1)
Peran Suami dengan Penggunaan KB Pasca
Salin
Peran
suami dengan penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui dari responden dapat
disajikan sebagai berikut :
Tabel 4.8 Distribusi Peran Suami dengan Penggunaan KB Pasca Salin di Desa
Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
No
|
Peran
Suami
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
|
1
2
3
|
Kurang
Cukup
Baik
|
13
17
0
|
43,3
56,7
0
|
|
Jumlah
|
30
|
100
|
|
Berdasarkan
tabel 4.7 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, lebih dari sebagian responden, peran suami kurang
yaitu sebanyak 13 responden (43,3%), peran suami cukup yaitu sebanyak 17
responden (56,7%).
Tabel 4.9 Distribusi Peran Suami dengan Kategori Motivator Di Desa Kolong
Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
|
No
|
MotivatorSuami
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
|
1
2
3
|
Kurang
Cukup
Baik
|
8
17
5
|
26,5%
57%
16,5%
|
|
Jumlah
|
30
|
100%
|
|
Berdasarkan
tabel 4.9 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, lebih dari sebagian responden motivator suami cukup
yaitu sebanyak 17 responden (57%), kurang yaitu sebanyak 8 responden (26,5%)
dan baik 5 responden (16,5%).
Tabel 4.10 Distribusi Peran Suami dengan Kategori Edukator Di Desa Kolong
Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
|
No
|
Edukator
Suami
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
|
1
2
3
|
Kurang
Cukup
Baik
|
15
12
3
|
50%
40%
10%
|
|
Jumlah
|
30
|
100%
|
|
Berdasarkan
tabel 4.10 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, sebagian responden edukator
suami kurang yaitu sebanyak 15 responden (50%), cukup yaitu sebanyak 12
responden (40%) dan baik 3 responden (10%).
Tabel 4.11 Distribusi Peran Suami dengan Kategori Fasilitator Di Desa Kolong
Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
|
No
|
Fasilitator
Suami
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
|
1
2
3
|
Kurang
Cukup
Baik
|
20
8
2
|
67%
26%
7%
|
|
Jumlah
|
30
|
100%
|
|
Berdasarkan
tabel 4.11 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden, lebih dari sebagian
responden fasilitator suami kurang yaitu sebanyak 20 responden (67%), cukup
yaitu sebanyak 8 responden (26%) dan baik 2 responden (7%).
2)
Penggunaan KB Pasca Salin
Penggunaan
KB pasca salin pada ibu menyusui dari 30 responden dapat disajikan sebagai
berikut:
Tabel 4.12 Distribusi Waktu Penggunaan KB Pasca Salin Di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro 2016
|
No
|
Penggunaan
KB Pasca Salin
|
Frekuensi
|
Prosentase
(%)
|
|
1
2
|
Tepat
Waktu
Tidak
Tepat Waktu
|
5
25
|
16,7%
83,3%
|
|
Jumlah
|
30
|
100%
|
|
Berdasarkan
tabel 4.12 dapat dijelaskan bahwa dari 30 responden sebagian besar responden
tidaktepat waktu dalam menggunakan KB yaitu sebanyak 25responden (83,3%) dan
tepat waktu 5 responden (16,7%) .
3)
Hubungan Peran Suami Dengan Penggunaan KB
Pasca Salin Pada Ibu menyusui Di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten
Bojonegoro
Tabel 4.13 Tabulasi silang Peran Suami Dengan Penggunaan KB pasca salin di
Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro tahun 2016
|
Peran
Suami Penggunaan KB Pasca Salin
|
Penggunaan
KB pasca salin
|
∑Total
|
||||
|
Tidak
Tepat Waktu
|
Tepat
Waktu
|
∑
|
%
|
|||
|
∑
|
%
|
∑
|
%
|
|||
|
Kurang
Cukup
Baik
|
13
12
0
|
100%
70,6%
0
|
0
5
0
|
0
29,4%
0
|
13
17
0
|
100%
100%
0
|
|
Total
|
25
|
83,3%
|
5
|
16,7%
|
30
|
100%
|
|
C =0,364 p=0,032
|
||||||
Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan
bahwa dari 30 responden, suami yang perannya kurang dan tidak tepat waktu dalam
menggunakan KB seluruhnya 13 responden (100%) dan peran cukup dan tepat waktu
dalam menggunakan KB 5 orang (29,4%).
Setelah pengumpulan data
selesai dilakukan dari masing-masing data, langkah selanjutnya yaitu analisa
data menggunakan uji coefficient
contingency menggunakan progam SPSS for windows antara peransuamidenganpenggunaan KB pascasalindiperoleh nilai coefficient contingency = dan nilai sig. 2 tailed (p)=0,032 dimana < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa
H1 diterima terdapat hubungan peran suami dengan waktu penggunaan KB
pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro Tahun 2016.
4.2 Pembahasan
Pada bagian ini peneliti
membahas data khusus mengenai peran suami dengan penggunaan KB dan hubungan
peran suami dengan peran suami dengan penggunaan KB pasca salin pada ibu
menyusui.
4.2.1 Peran Suami dengan Penggunaan KB
Pasca Salin Di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
Dari
tabel 4.8 dapat dijelaskan bahwa 30 ibu menyusui, lebih dari sebagian besar responden
peran suami cukup yaitu sebanyak 17 orang (56,7%) dan peran suami kurang
sebanyak 13 orang (43,3%).
Ibu yang suaminya kurang berperan
dapat dilihat dari kelas sosial yang ada dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa ibu
yang bekerja di luar rumah73,3% dan rata-rata hanya bertemu dengan pasangan
malam hari, suami akan kurang berperan dalam dalam penggunaan KB karena ibu
sibuk dan suami sama-sama sibuk jadi sulit untuk membicarakan masalah KB yang
akan digunakan istri karena terbatasnya waktu untuk bertemu karena suami dan
istri sibuk bekerja dan mengurus karir masing-masing jadi sulit untuk bertemu
dan berkumpul.
Peran adalah perangkat tingkah laku yang dimiliki oleh orang yang
berkedudukan dimasyarakat (KBBI, 2008). Peran juga menunjukkan suatu kumpulan
norma untuk perilaku seseorang dalam suatu posisi khusus, seperti seorang
istri, suami, anak, guru, hakim, dokter, perawat, rohanian, dan sebagainya
(Marasmis, 2006).Suami adalah perangkat tingkah yang dimiliki seorang lelaki
yang telah menikah, baik dalam fungsinya dikeluarga maupun dimasyarakat.Menurut
BKKBN (2007) peran tanggung jawab pria dalam kesehatan reproduksi khususnya
pada keluarga berencana (KB) sangat berpengaruh terhadap kesehatan.
Berdasarkan
tabel 4.9 dapat dijelaskan bahwa dari 30 ibu menyusui lebih dari sebagian ibu menyusui motivator suami
cukup yaitu sebanyak 57, kurang 26,5% dan baik 16,5%.
Ibu
menyusui yang motivator suaminya kurang disebabkan karena masih rendahnya
dukungan suami, karena suami yang bekerja jauh entah itu sama-sama sibuk jarang
bertemu atau sama-sama kurang mengerti apa itu KB pasca salin dan bisa
disebabkan juga oleh suami yang tidak tahu KB tapi akhirnya mengikuti mitos
dari orang tua bahwa melarang istrinya untuk menggunakan KB karena jika istri
menggunakan KB istri akan tidak bisa mempunyai anak lagi. Masyarakat desa masih
banyak juga yang mengikuti tradisi turun temurun yang dipercaya jika orang tua
melarang untuk menggunakan sesuatu anak juga dilarang untuk menggunakan. Hal
ini sesuai dengan teori dari BKKBN dibawah ini.
Menurut BKKBN (2007) faktor
yang mempengaruhi peran suami motivator atau Berencana, dukungan suami sangat
diperlukan.Seperti diketahui bahwa di Indonesia, keputusan suami dalam
mengizinkan istri adalah pedoman penting bagi si istri untuk menggunakan
kontrasepsi.Bila suami tidak mengizinkan atau mendukung, hanya sedikit istri
yang berani tetap memasang alat kontrasepsi tersebut.
Berdasarkan
tabel 4.10 dapat dijelaskan bahwa dari 30 ibu menyusui, sebagian edukator suami kurang yaitu sebanyak 50%,
cukup 40% dan baik 10%.
Peran
suami sebagai edukator atau pendidik didalam menggunakan KB sangat kurang
karena suami tidak pernah mengetahui apa itu KB bagaimana cara menggunakan KB
dimana bisa mendapatkan KB dan apa itu kegunaan KB. Suami kurang mempunyai
pengetahuan tentang KB juga bisa karena suami tidak pernah menemani istri
datang ke petugas kesehatan untuk mendapatkan KB bahkan tidak pernah dan tidak
tahu sama sekali bahwa istrinya menggunakan KB apa dan suami juga masih banyak
yang menganggap bahwa KB itu urusan istri saja dan suami tidak mau tahu dan
tidak ingin ikut campur dalam memilih dan menggunakan KB yang tepat yang akan
digunakan istri.
Menurut BKKBN
(2007) peran suami sebagai edukator adalah mendukung mengambil keputusan, peran
suami memberikan informasi juga sangat berpengaruh bagi istri. Peran seperti
ikut pada saat konsultasi pada tenaga kesehatan saat istri akan memakai alat
kontrasepsi, mengingatkan istri jadwal minum obata atau jadwal kontrol,
mengingatkan istri hal yang tidak boleh dilakukan saat memakai alat kontrasepsi
dan sebagainya akan sangat berperan bagi istri saat akan atau telah memakai
alat kontrasepsi. Besarnya peran suami akan sangat membantunya dan suami akan
semakin menyadari bahwa masalah kesehatan reproduksi bukan hanya urusan wanita
(istri) saja.
Berdasarkan
tabel 4.11 dapat dijelaskan bahwa dari 30 ibu menyusui, lebih dari sebagian ibu
menyusui fasilitator suami kurang yaitu sebanyak 26%, cukup yaitu sebanyak 26%
dan baik 7%.
Kurangnya
fasilitas yang diberikan oleh suami juga akan membuat istri enggan menggunakan
KB karena suami belum mengijinkan, dan istri masih berpikir jika suami tidak
mengijinkan istri untuk menggunakan KB, istri juga tidak akan menggunakan
karena fasilitas yang disediakan oleh suami, tapi mungkin jika suami memberikan
fasilitas atau kebebasan pada istri untuk menggunakan KB atau menemani istri
memasang KB atau kembali kontrol ulang suami selalu menemani dan setia
memberikan dukungan pada istri untuk menggunakan KB istri akan lebih bisa
memiliki kebebasan untuk menggunakan KB dan konseling ke petugas kesehatan
rutin setiap tanggal kunjungan ulang.
Menurut BKKBN
(2007) peran suami Sebagai fasilitator adalah memfasilitasi (sebagai orang yang
menyediakan fasilitas), memberi semua kebutuhan istri saat akan memeriksa masalah
kesehatan reproduksinya.
Faktor yang mempengaruhi peran adalah
motivator, edukator, fasilitator yang dimana peran suami kurang 43,3% dan peran
suami cukup 56,7%.
Menurut Sukardi (2011) peran suami dalam KB dan kesehatan
reproduksi merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan
reproduksi. Dalam hal ini termasuk pemenuhan hak-hak pria untuk mendapat
informasi dan akses terhadap pelayanan
KB yang aman dan terjangkau, dapat diterima dan menjadi pilihan mereka, serta
metode pengaturan kelahiran lainnya yang tidak bertentangan dengan hukum, etika
dan nilai sosial.Rendahnya partisipasi pria dalam KB dapat dilihat dari
berbagai aspek, yaitu dari sisi pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan
kebutuhan yang di inginkan), lingkungan, sosial budaya, masyarakat,
keluarga/istri, keterbatasan informasi aksebilitas terhadap pelayanan KB pria,
keterbatasan jenis kontrasepsi pria.
Pendapat ini sesuai dengan responden yang ada di Desa Kolong
Kecamatan. Ibu yang suami yang berperan akan lebih cepat untuk memperoleh
informasi tentang KB dan ikut berperan dalam hak-hak reprosuksi dan kesehatan
reproduksi ibu.
4.2.2 Waktu Penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten
Bojonegoro
Berdasarkan dari hasil penelitian pada tabel 4.9 dapat dijelaskan
bahwa dari 30 ibu menyusui sebagian besar tidak tepat waktu dalam menggunakan KB pasca
salin yaitu lebih dari 3 bulan pasca salin yaitu sebanyak 83,3% dan hanya 16,7%
yang tepat menggunakan KB pasca salin yaitu
4-6 minggu pasca salin.
Ibu yang tidak tepat waktu dalam menggunakan KB
disebabkan karena rendahnya pendidikan ibu sendiri .
Dapat dilihat dari tabel 4.2 sebagian ibu (50%) berpendidikan SMP berpengaruh
terhadap tahu atau tidaknya ibu tentang KB dan dimana saja ibu bisa mendapatkan
pendidikan tentang KB terutama KB pasca salin dan kapan waktu yang tepat untuk
menggunakan KB pasca ibu melahirkan. Rendahnya pendidikan suami juga sangat
berpengaruh terhadap penggunaan KB karena semakin rendahnya pendidikan suami
semakin rendah juga pendidikan tentang KB yang diketahui, juga karena tradisi
yang diajarkan dari orang tua bahwa KB itu sebenarnya tidak diperbolehkan
karena akan menghentikan keturunan.
Pendidikan menurut Soekidjo Notoadmodjo (2008), semakin tinggi pendidikan suatu
masyarakat, semakin tinggi pula harapan mereka dalam memperoleh informasi.
Pengetahuan juga
bisa mempengaruhi seseorang dalam menggunakan KB karena semakin baik
pengetahuan ibu akan semakin tepat waktu dalam menggunakan KB apalagi ibu yang
sudah mempunyai pengalaman menggunakan KB pasca salin sebelumnya ibu akan
menggunakan KB tepat pada waktu pengelamannya yang pertama yang pernah ibu
gunakan.
Pengetahuan
Pengetahuan berasal dari hasil tahu dan ini trjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Soekidjo
Notoadmodjo.
2003).
Penggunaan kontrasepsi pascasalin merupakan inisiasi pemakaian kontasepsi
dalam waktu 6 minggu pertama pasca persalinan.Waktu mulai menggunakan
kontrasepsi pascasalin tergantung dari status menyusui. Jika ibu tidak menyusui
bayinya ibu akan kembali haid dalam 4-6 minggu pascasalin. Oleh karena itu
kontasepsi harus mulai pada waktu sebelum hubungan seksual pertama pascasalin
atau 4-6 minggu (Saifuddin, Abdul Bari, 2006).
Pendapat diatas tidak sesuai dengan hasil penelitian di Desa
Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro, masih banyak ibu menyusui yang
menggunakan KB pasca salin setelah 3 bulan pasca salin karena rendahnya
pendidikan tentang KB dan masih berjalannya tradisi turun temurun yang
diajarkan oleh orang tuanya sehingga membuat ibu berpikir untuk mengikuti
tradisi sampai turun temurun.
4.2.3 Hubungan Peran Suami
dengan Penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten
Bojonegoro
Berdasarkan penelitian pada tabel 4.13 menunjukkan bahwa dari sebagian
besar ibu menyusui peran suami kurang 100% tidak tepat waktu dalam menggunakan
KB, peran suami cukup 29,4% tepat waktu dalam menggunakan KB.
Dari uji statistik
dengan menggunakan coefficient
contingency menggunakan progam SPSS for
windows antara peransuamidenganpenggunaan KB pascasalindiperoleh nilai coefficient contingency = dan nilai sig.
2 tailed (p)=0,032 dimana < 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa H1 diterima terdapat hubungan peran suami
dengan waktu penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem
Kabupaten Bojonegoro.
Upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi pria adalah dengan
mengadakanpertemuan, orientasi dan advokasi dalam rangka meningkatkan
pengetahuan, sikap dan kesadaran kesetaraan gender, mengembangkan
tempat pelayanan KB pria yang berkualitas, penyediaan fasilitas pelayanan dan
alat kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan, peningkatan pengetahuan dan
keterampilan dari pengelola, pelaksana, kader sebagai provider melalui
orientasi dan pelatihan. Untuk Meningkatkan kesertaan KB Pria berarti merubah
pengetahuan sikap dan perilaku dari yang sebelumnya tidak atau belum mendukung
KB Pria menjadi mendukung dan mempraktekkannya sebagai peserta. Mereka yang
tadinya menganggap bahwa KB adalah urusan perempuan harus bergeser ke arah
anggapan bahwa KB adalah urusan serta tanggung jawab suami dan isteri (Henny,
2011). Peningkatan partisipasi pria dalam ber KB dan Kesehatan Reproduksi
merupakan bagian dari pelaksanaan hak-hak reproduksi dan kesehatan
reproduksi.Dalam hal ini termasuk pemenuhan hak-hak pria untuk mendapatkan
informasi dan akses terhadap pelayanan KB yang aman, efektif, terjangkau, dapat
diterima dan menjadi pilihannya.Serta metode pengaturan kelahiran lainnya yang
tidak bertentangan dengan hukum, etika dan nilai sosial (Henny, 2011).
Pendapat diatas tersebut sesuai dengan keadaan yang ada di Desa
Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro bahwa untuk meningkatkan peran
suami, sikap dan kesetaraan gender mengembangkan tempat pelayanan KB, pelatihan
untuk meningkatkan kesertaan KB pria dari yang sebelumnya tidak atau belum
berperan dalam penggunaan KB pria menjadi pendukung istri yang antara 4-6
minggu pasca salin sudah menggunakan KB bahkan selalu mengingatkan istrinya
jika lupa dalam menggunakan KB.
Dari pendapat-pendapat diatas peneliti menyimpulkan peran suami
dalam waktu penggunaan KB pasca salin yang masih rendah dikarenakan kurangnya
informasi baik yang diperoleh oleh tenaga kesehatan maupun media informasi
lain. Tradisi yang turun-temurun yang mengatakan bahwa perempuan tidak
diperbolehkan KB karena larangan agama atau boleh KB setelah 3 bulan melahirkan
mendorong mereka untuk mengikuti tradisi turun temurun tersebut. Dengan
seringnya mendapat informasi dan mengurangi mitos dari orang tua dapat
meningkatkan keberhasilan cakupan KB di Desa Kolong sehingga mencapai target
yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan.
BAB 5
PENUTUP
Pada
bab ini akan disajikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian tentang
hubungan peran suami dengan penggunaan KB pasca salin di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro secara sistematis yang berkaitan dengan upaya
menjawab tujuan penelitian serta dikemukakan saran-saran yang berkaitan dengan
hasil penelitian berupa pemecahan masalah yang dihadapi.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan
analisa dan pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1)
Sebagian besar suami ibu cukup berperan dalam waktu penggunaan KB pasca
salin di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
2)
Sebagian besar ibu tidak tepat dalam menggunakan
KB di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro.
3)
Ada hubungan antara peran suami dengan
waktu penggunaan KB pasca salin pada ibu menyusui di Desa Kolong Kecamatan
Ngasem Kabupaten Bojonegoro
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Responden
Diharapkan bagi ibu menyusui 6
minggu-3bulan pasca hendaknya :
1)
Lebih menjalin hubungan baik dengan suami
agar suami dapat berperan aktif didalam kesehatan reproduksi melalui
komunikasi, mengajak suami ke petugas kesehatan masalah pemilihan kontrasepsi
baik ke bidan,puskesmas, peugas BKKBN maupun rumah sakit sehingga ibu dan suami
mengerti kapan waktu yang tepat untuk menggunakan KB pasca salin.
2)
Tidak memilih dan memutuskan KB sendiri
tanpa melibatkan suami.
5.2.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Bagi tenaga kesehatan sangat penting untuk melaksanakan
penyuluhan kesehatan bagi masyarakat khususnya tentang pentingnya Peran suami
dalam kesehatan reproduksi melalui kader atau secara langsung kepada ibu
menyusui sehingga ibu mengerti waktu yang tepat untuk menggunakan KB pasca
salin.
5.2.3
Bagi
Institusi Pendidikan / Almamater
Sebagai dasar pengelolaan program pembelajaran mata kuliah
Kesehatan reproduksi dan KB terutama dikomunitas yang berkaitan dengan KB pasca
salin.
Kiranya Penelitian ini
dapat bermakna sebagai referensi penelitian-penelitian selanjutnya.
5.2.4
Bagi
Peneliti
Karena keterbatasan pengalaman, waktu dan dana dalam
melaksanakan penelitian ini, sehingga hasilnya masih kurang sempurna. Untuk itu
perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
penggunaan KB pasca salin.
DAFTAR PUSTAKA
Bahiyatun, (2009). Buku Ajar
Kebidanan Asuhan Nifas Normal. Jakarta : EGC
BKKBN.
(2014). Situasi dan Analisa Keluarga Berencna.
[Internet] Tersedia dalam:http://www.depkes.go.id/resurce/download/pustadin/infodatain/infodatin-harganas.
pdf> [Diakses 10 Januari 2015]
BKKBN.
(2013).Peningkatan Jumlah Penduduk.
Tersedia dalam: http ://m.liputan 6.com/read/521272/bkkn-tahun-ini-penduduk-indonesia-capai-250-juta-jiwa
[Diakes tanggal 21 Desember 2014]
BKKBN.
(2008). Situasi dan Analisa Keluarga Berencna.
[Internet] Tersedia dalam:http://www.depkes.go.id/resurce/download/pustadin/infodatain/infodatin-harganas.
pdf> [Diakses 10 Januari 2010]
BKKBN.
(2011). Situasi dan Analisa Keluarga Berencna.
[Internet] Tersedia dalam:http://www.depkes.go.id/resurce/download/pustadin/infodatain/infodatin-harganas.
pdf> [Diakses 10 Januari 2012]
Bobak,
(2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Jakarta : EGC
Dinas Kesehatan
Kabupaten Bojonegoro. (2015). Profil Kesehatan
Daerah Bojonegoro.
Dinas Kesehatan
Kabupaten Bojonegoro. (2014). Rekapitulasi
Data. Bojonegoro.
Friedman,
(1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek.
Jakarta : ECG
Friedman,
(2007).Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek.
Jakarta : ECG
Henny
Ayu Komang, (2011). Asuhan Keperawatan Komunitas. Jakarta: EGC
Jalaludin
R, (2005). Psikologi Komunikasi.
Bandung : Remaja Rosdakarya
Marasmis,
(2006). Ilmu Perilaku Dalam Pelayanan
Kesehatan. Surabaya: Univeritas Airlangga
Nursalam
& Siti Pariani, (2001). Konsep dan penerapan
Metodologi Riset Keperawatan, Jakarta : Infomedika.
Sarwono
Prawirohardjo, (2005). Ilmu Kebidanan.
Jakarta : EGC
Saifuddin,
Abdul Bari, (2006). Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Soekidjo
Notoatmodjo, (2003) Kesehatan Ilmu dan Seni.Jakarta:
CV Sagung Seto. Jakarta
Soekidjo
Notoatmodjo, (2005). Metodologi penelitian
Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Soerjono
Soekanto, (2005). IlmuSosial.
Jakarta: Rajawali Pers


Komentar
Posting Komentar